BISMILLAHIRROHMANIRROKHIM
Biasanya banyak para ahli hidup yang sudah sampai ke tahap
SUWUNG ini hanya menuliskan puncak pengalaman mistis spiritual ini dalam bentuk
puisi. Kalau disampaikan dalam kalimat-kalimat, sebagaimana yang saya sampaikan
kali ini pasti akan mengelami reduksi makna. Padahal, SUWUNG tidak bisa
dibahasakan secara sederhana dalam beberapa larik kalimat. Tapi, apakah SUWUNG
itu dengan begitu tidak bisa dikomunikasikan?
Hampir semua wacana tentang dunia mistik termasuk sulit
dicerna. Kadar keilmiahannya pun terkadang terabaikan lantaran sudah berada
ditaraf yang lebih tinggi daripada akal. MISTIK dalam pengertian ini bermakna
sebuah perjalanan ruhaniah untuk menggapai kebenaran final total dan eternal.
Itu sebabnya, pengalaman mistik seseorang yang sampai menerobos kebenaran
mutlak hampir pasti akan melewati tahapan syariat, hukum atau aturan-aturan
agama manapun. Para pejalan ruhani akan bertemu dalam satu titik meskipun di
awal-awal perjalanan mereka menggunakan “jubah” Islam, Kristen, Protestan,
Budha, Hindu, Kong Hu Cu, Taosime, kepercayaan lain-lain.
Mereka yang berjalan terus dalam perjalanan ruhani akan
mengalami hal-hal yang mistis dan tidak terduga. Pasti masing-masing orang akan
berbeda pengalaman mistisnya sesuai dengan sosio kultural tempat dia mengolah
hidup. Pengalaman mistis Jalaluddin Rumi akan berbeda dengan Ronggowarsito,
akan berbeda pula pengalaman mistis Al Ghazali dengan Paus Yohanes Paulus. Itu
sudah menjadi hukum sejarah kemanusiaan, bahwa setiap manusia ditakdirkan untuk
unik, eksistensial dan pasti tidak sama antara satu dengan yang lain.
Salah satu karya mistis yang sangat populer dalam budaya
Jawa adalah SERAT DEWA RUCI. Di serat itu, kita bisa menemukan sebuah proses
perjalanan ruhani setinggi-tingginya. Pertemuan EKSISTENSI dengan ESENSI, yang
juga dikenal sebagai NGLURUH SARIRA atau RACUT, yaitu MENCAIR dan MELAUT.
Transformasi BIMA ke BIMA SUCI , atau pertemuan BIMA dengan
jati dirinya (DEWA RUCI), dalam khasanah agama hal ini sama dengan pertemuan
MUSA A.S dengan KHIDIR A.S. Hasilnya adalah KESADARAN KOSMIS, KESATUAN
LAHIR-BATIN, AWAL-AKHIR.
Tokoh yang menurut saya berhasil membuat anyaman mistik
luar biasa di dalam sejarah Jawa adalah Panembahan Senopati. Dia adalah
personifikasi tahapan pemahaman tertinggi yaitu MANGGALIH artinya mengenai
SOAL-SOAL ESENSIAL, setelah MANAH artinya membidik anak panah mengenai
soal-soal problematis di Jantung Kehidupan, Pusat Lingkaran yang dikenal
sebagai JANGKA.
Tingkat ini dipersonifikasikan oleh KI AGENG PEMANAHAN.
Adapun tingkat sebelumnya mengenai JANGKAH yang masih di aras NALAR
dipersonifikasikan dengan KI AGENG GIRING.
Panembahan Senopati adalah pakarnya SUWUNG, setelah mampu
mengolah ILMU-ILMU KETUHANAN sedemikian hingga dia mampu MENCAIRKAN DIRINYA
DALAM SUWUNG YANG SEJATI. Jimat andalan Panembahan Senopati adalah ILMU MELAUT
KE LAUTAN ILMUNYA YANG TIADA BERHINGGA.
Saben mendra
saking wisma,
Lelana laladan sepi,
Ngisep sepuhing sopana,
Mrih pana pranaweng kapti
Setiap kali
keluar rumah
wisata ke wilayah sunyi sepi (SUWUNG)
menghirup nafas kerokhanian
agar arif kebulatan awal akhir
Bagaimana kita menjelenterehkan makna SUWUNG? Jelaslah yang
dimaksud dengan KELUAR RUMAH di situ adalah OUT OF BODY: Keluar dari wilayah
jasmani, masuk ke alam misal, menggapai sadar ruhani—SESUNGGUHNYA HANYA RUH-
MANUSIALAH YANG MEMAHAMI RUH-NYA.
Nah, inilah sebabnya kenapa akal kita tidak mampu untuk
menjangkau apalagi menceriterakan pesona SUWUNG yang memang sangat luar biasa.
Begitu luar biasanya sehingga akal kita tidak akan mampu menuliskannya. Hal ini
sepadan dengan apa yang dipikirkan oleh MUSA saat melihat pertanda TAJALLI
ILAHI di Bukit Sinai? MUSA jatuh tersungkur tidak sadarkan diri. Itulah
momentum EKSTASE seorang hamba Tuhan dalam mengarungi pengalaman spiritual.
SUWUNG adalah sebuah pengalaman mistis, spiritual yang
berada pada puncak intuisi yang efektif dan transendental. Ini hanya bisa
dialami apabila seseorang itu menggeser SEMESTA KESADARANNYA DARI YANG INDERAWI
MENUJU KE ATASNYA. Dalam SUWUNG itulah, dunia inderawi ditinggalkan dan
digantikan oleh SEMESTA yang lain, sehingga SAMPAI PADA SATU TITIK KESEIMBANGAN
SEMUA DIMENSI DI JAGAD RAYA.
Fariuddin at Tar, sufi agung, menjelaskan tahapan agar
sampai di SUWUNG tadi dalam tujuh lembah yaitu: LEMBAH PENCARIAN, LEMBAH CINTA,
LEMBAH KEINSYAFAN, LEMBAH PEMEBEBASAN, LEMBAH EKSTASE, LEMBAH TAKJUB dan
terakhir LEMBAH FANA FI ILAH.
LEMBAH PENCARIAN adalah saat seseoran mencari unsur-unsur
ketuhanan dalam dirinnya, gelombang getar khusus akhirnya ditemukan dan dia pun
mengaku sebagai HAMBA TUHAN/KAWULA GUSTI. LEMBAH CINTA yaitu Yang Dicari sudah
ketemu dan bersenyawa diri dengan SANG KEKASIH sehingga dia masuk ke LEMBAH
KEINSYAFAN. Berikutnya adalah LEMBAH PEMBEBASAN yaitu berada di “TANAH SUCI”
dan sudah tanpa diri yang beralaskan kaki apapun. Berikutnya adalah EKSTASE
atau JATUH TERSUNGKUR, SUJUD PENUH SYUKUR. Lembah berikutnya adalah LEMBAH
KETAKJUBAN yaitu kemana pun wajah kita tertuju, di sana yang tampak dalah WAJAH-NYA. Akhirnya
orang pun akan sampai ke LEMBAH TERAKHIR yaitu FANA FI IL-LAH.
Demikian tentang SUWUNG. Keterbatasan akal saya yang
membuat penjelasan di sini begitu sederhana. Salam Suwung.
Kata “kitab garing” popular bagi mereka yang suka
untuk belajar olah batin. Dalam hidup ini hendaknya kita tidak hanya belajar
tentang “kitab garing” yaitu membaca dan memahami apa yang tertulis di dalam
buku-buku saja. Namun hendaknya kita utamakan membaca serta menghayati apa yang
ada di alam semesta dan mengenal di dalam diri manusia yang dilanjutkan dengan
melaksanakan di dalam perilaku. Ini disebut “kitab teles.”
Marilah kita perdalam soal kitab ini. Di dalam ajaran agama
Islam, beriman kepada kitab-kitab-Nya menduduki ranking ketiga. Ranking pertama
adalah beriman kepada Allah dan ranking kedua adalah beriman kepada
malaikat-Nya. Setelah itu baru beriman kepada kitab-kitabnya, dan ranking
keempat adalah beriman kepada rasul-rasul-Nya, ranking kelima adalah beriman
kepada Hari Akhir dan ranking terakhir keenam adalah beriman kepada takdir.
Meskipun disini dikatakan ranking, namun tidak berarti ranking pertama lebih
hebat dan harus didahulukan dari ranking selanjutnya. Semuanya harus diimani
secara total dengan penghayatan dan perilaku yang selanjut-lanjutnya mulai
ranking satu hingga terakhir karena itu sejatinya satu kesatuan.
Iman juga tidak hanya diartikan PERCAYA alias YAKIN terhadap
keberadaan sesuatu. Ini tentu saja penghayatan anak kecil yang dangkal dan
masih belum sempurna. Hakikat iman adalah WUJUD PENGAKUAN baik yang diucapkan
maupun yang diyakini di dalam hati dan kemudian dilanjutkan dengan PERILAKU
sehari-hari. Maka, iman dalam arti yang demikian adalah arti iman yang ‘HIDUP’
bukan iman yang ‘MATI’.
Keimanan yang sempurna oleh karena itu tidak hanya
diucapkan di mulut saja. Kalau hanya diucapkan di mulut, para maling uang
rakyat, para maling kebijakan moneter, para maling perkara pengadilan pun juga
bisa melakukannya. Namun, hakikat keimanan yang sempurna pasti berbeda. IMAN
SEMPURNA akan diraih ketika TELAH MENDARAH DAGING dalam PERBUATAN sehari-hari.
Bisa jadi dia tidak mengucapkannya di mulut karena enggan dikatakan riya’/sombong.
Namun hakikat keimanan terletak pada bagaimana kelakuan sehari-harinya. Apakah
mencerminkan dengan RUKUN IMAN atau tidak. Oleh karena itu dalam kita beragama
jelas membutuhkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan menerangi
pemahaman-pemahaman konseptual yang selama ini telah kita miliki dan kita susun
sebagai pandangan hidup.
Kembali ke tema awal yaitu tentang beriman kepada
kitab-kitab-Nya. Sejak taman kanak-kanak, yang kita ketahui adalah Tuhan telah
menurunkan kitab-kitab-Nya pada para rasul. Pemahaman ala anak TK ini pun masih
dipermiskin lagi dengan memaknai kitab-kitab-Nya sebagai barang/benda yang
berbentuk buku yang diturunkan kepada para nabi yang hidup di timur tengah. Ini
jelas sebuah pemiskinan makna kitab yang sesungguhnya yang tidak pantas
dilakukan oleh orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.
Iman terhadap kitab-kitab-Nya jelas sebuah keharusan. Yaitu
mengimani semua jenis kitab yang ada di alam semesta yang semuanya bersumber
dari Yang Maha Esa. Kalau kita memperdalam lagi.. maka apa ada tulisan yang
tidak merupakan kitab-kitab yang berisi sabda-sabda Tuhan di alam semesta ini?
Itu sebab dikatakan bahwa semua pergelaran alam ini disebut PAPAN TANPO
TULIS/SASTRA JENDRA. Jadi kita tidak boleh hanya mengimani kertas-kertas dan
mensucikan teks-teks yang dibuat di pabrik-pabrik kertas. Pemberhalaan teks
yang merupakan KITAB GARING tidak boleh dilakukan oleh mereka yang mengaku
orang beriman. Ini sama saja dengan kita menyembah patung, uang, jabatan,
kekuasaan.
Marilah kita mengkaji apa hakikat KITAB TELES itu sesuai
yang tertera di dalam Al Quran, surah al-Ankabut 49: “Sebenarnya, Alquran
adalah AYAT-AYAT YANG NYATA DI DALAM DADA orang-orang yang diberi ilmu. Dan
tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang dzalim.”
Dari ayat ini, orang yang beriman diharuskan ber-Iqra
tentang KITAB DI DADA. Kitab ini bukan hanya teks yang semata-mata dihafal saja
namun dipahami maknanya dan diimplementasikan dalam sikap hidup dan bertindak.
Inilah yang oleh kaum kebatinan jawa disebut dengan KITAB TELES. Memang,
merunut ayat di atas hakikat Al Quran hanya bisa dibaca oleh orang-orang yang
diberi ilmu oleh-Nya. Diberi ilmu tidak sama dengan orang yang berilmu. Bila
berilmu didapat dari proses belajar, maka diberi ilmu didapat dari proses
pasrah total, sumeleh, sumarah kemudian DIA memberi kita hidayah berupa ILMU.
Memahami KITAB TELES yang berupa AYAT-AYAT YANG NYATA DI
DALAM DADA, apa ini artinya? Artinya kita wajib untuk membaca pergelaran alam
semesta/MAKROKOSMOS yang ada di dalam diri manusia. Manusia terdiri dari
berbagai unsur penyusun yang bersifat FISIK dan METAFISIK. Yang Fisik yaitu
tubuh biologis kita, dan yang Metafisik yaitu tubuh eterik, CIPTA, KARSA dan
RASA. Di dalam unsur yang METAFISIK itu ada catatan amal perbuatan BAIK DAN
BURUK. Cara membaca kitab di dalam dada ini tidak lain kita perlu belajar
tentang olah kebatinan/olah rasa/dimensi dalam/tasawuf/inner world/praktik
mistik agar tersingkap tirai yang menyelubungi ketidaktahuan kita.
Apakah mendalami olah rasa/dimensi dalam/mistik/ kebatinan
ini berlebih-lebihan dan sesat, bahkan klenik? Jelas tuduhan itu salah alamat,
bahkan setiap individu harus mempelajarinya. Di agama manapun, praktik olah
rasa ini pasti ada. Di Islam pun ada ilmu mistiknya yang disebut ilmu tasawuf selain
ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu mantiq, ekonomi Islam, nahwu sharaf dan lain-lain…
Ilmu tasawuf akan menerangi jiwa manusia agar selalu awas( untuk selalu
mendengar dan membaca ayat-ayat-NYA), eling (mengingat dan berdzikir pada-Nya)
dan waspada (dalam perbuatan/tindakan).
Inti olah kebatinan tingkat lanjut adalah mengenal “MATI
SAJRONING URIP dan URIP SAJRONING LAMPUS.” Ini adalah jalan MISTIK agar kita
bisa merasakan kematian pada saat tubuh fisik kita masih hidup dan merasakan
KEHIDUPAN pada saat tubuh kita telah mengalami KEMATIAN. Di dalam dua alam baik
alam dunia maupun alam kelanggengan/alam kubur dan dua keadaan baik tubuh kita
HIDUP atau tubuh kita sudah MATI, sebenarnya KESADARAN KITA TETAP HIDUP.
Kesadaran yang merupakan pancaran diri sejati (dalam bahasa agama diebut RUH)
ini tetap hidup kekal dan abadi. Tidak mengenal hilang dan lenyap. Maka, yang
perlu dilakukan adalah bagaimana agar seseorang bisa memilih jalan kematian
yang tidak sesat. Bila sesat dan tidak sempurna, maka ruh manusia akan ngelambrang
ke alam gaib yang paling rendah. Memasuki alamnya setan, gendruwo, peri, wewe
gombel, tuyul, buto ijo… benar-benar kasihan.
Sekarang, tinggal apakah kita beriman atau tidak terhadap
kitab- kitab-Nya. Bila kita percaya, maka ada baiknya kita meneruskan laku
dengan membaca KITAB TELES di dalam dada. Kita perlu membuktikan apakah diri
sejati memang tidak tersentuh kematian. Sebab bila kita telusuri sejarah rukun
iman sebagai berikut. Beriman kepada Allah adalah beriman kepada Dzat yang baka
dan abadi, yang tidak tersentuh kematian dan tetap hidup sampai kapanpun. Dia
tidak bisa ditakar dengan ukuran benda hidup atau mati, yang menciptakan tempat
dan waktu.
Selanjutnya, manusia adalah wujud kehendak-Nya, wujud
penjelmaan Tuhan Yang Maha Abadi. Bahkan dalam ajaran Jawa perumpamaan
eksistensi Tuhan dan manusia itu seperti gula dan rasa manisnya. Lir
gula lan manise ta kaki Murti smara batareng sujalma Jalma iku kabyangtane
Allah kang maha agung Dira lepasira ki bayi Ya lahir ya batine Padha khaknya
iku Ing jro khak jaba ya padha Dadi nora lain lahir lawan batin Iku padha
kewala (Seperti gula dan rasa manisnya Hakikat Tuhan ada dalam diri
manusia Manusia itu perwujudan Allah yang Maha Agung Perwujudannya lahir dan
batinnya sama-sama benar batinnya benar lahirnya juga tiada perbedaan lahir dan
batin itu sama)
Kenapa
disebut mata ketiga? Bukankah mata kita hanya ada dua? Jawabannya akan kita
telusuri bersama
Mata ketiga sebenarnya adalah indera keenam
manusia. Indera yang letaknya di antara dua mata kita. Persis di tengah kedua
mata agak ke atas maju ke depan sekitar 20 sentimeter. Mata ketiga ini bukanlah
mata fisik untuk melihat benda fisik. Mata ketiga ini adalah mata ruhani
manusia. Siapa yang mampu memfungsikan mata ketiganya dengan baik, maka dia
akan memiliki kecerdasan spiritual yang melahirkan kepekaan tinggi untuk
merasakan setiap getaran atau vibrasi kegaiban. Itu sebanya kita diminta untuk
sujud khusyuk. Kenapa sujud? Sujud adalah cara paling hebat untuk menghidupkan
mata ketiga; yaitu menghilangkan “diri yang tidak sejati” di hadapan DIRI YANG
MAHA SEJATI.
Fungsi mata ketiga pada diri manusia adalah
agar dia mampu mengakses dan mengunduh petunjuk Tuhan Yang Maha Lembut. Secara
umum, petunjuk Tuhan datang pada kita melalui tiga macam cara: Bisa disampaikan
dalam mimpi, disampaikan oleh malaikat dan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol.
Ketiganya hal yang supranatural dan religius ini hanya bisa ditangkap bila kita
sudah mampu menghidupkan indera keenam atau mata ketiga.
Mata ketiga akan mengantarkan kita pada
percaya pada hal-hal gaib. Ini harus dimiliki oleh manusia agar mampu
mengangkat dirinya dari derajat binatang. Mata ketiga adalah khas milik
manusia, karena di mata ketiga ini tersimpan kebijaksanaan untuk memilih
dimensi mana yang bisa dilihat dan mana yang tidak perlu dilihatnya. Suatu
ketika, saat saya berada di tengah kuburan saya bisa mendengarkan rintihan dan
keluhan para arwah yang disiksa di alam gaib. Itu karena saya berkeinginan
untuk mendengarkan suara-suara mereka. Namun, bila kita tidak ingin
mendengarkan suara-suara mengerikan itu, maka suara itu pun tidak akan
terdengar. Inilah kebijaksanaan mata ketiga. Mata yang bisa secara otomatis
untuk terbuka atau tertutup. Bila dirasa sebuah fenomena itu bermanfaat untuk
perkembangan ruhani, maka mata ketiga akan terbuka. Sebaliknya, bila sebuah
fenomena itu dirasa membahayakan ruhani kita, maka mata ketiga akan tertutup
dengan sendirinya.
Mata ketiga adalah pelengkap unsur
kemanusiaan sehingga manusia mampu melaksanaan pemujaan Realitas Yang
Tertinggi, Yang Maha Sempurna tanpa cacat, tanpa batas, tanpa akhir yaitu Allah
Yang Maha Agung. Mata ketiga adalah batin atau rasa sejati kita yang mampu
mengantarkan kita pada keyakinan yang kokoh dan tanggul (Haqqul Yakin) karena
benar-benar mampu tidak hanya yakin tanpa dasar, tapi bisa menyaksikan Tuhan,
dan mengalami kemahadekatan-Nya.
Mata ketiga secara hakiki adalah alat untuk
menangkap pengetahuan yang berupa Nur (khasanah Jawa dinamakan ilmu sejati)
yang diinstalkan Tuhan kepada manusia yang bersedia untuk mendayagunakan dan
mempersiapkan mata ketiganya. Kehebatan manusia tidak diukur dari seberapa baik
dia mendayagunakan emosi dan akalnya, melainkan pada bagaimana dia mengolah
mata ketiganya untuk mendapatkan ilmu hakikat segala yang ada ini. Kemajuan
pengembangan mata ketiga, akan mendorong terciptanya keinginan pada diri kita
untuk melakukan hidup berdasarkan atas kehendak Tuhan, mampu menekan ego bahkan
menghilangkannya.
Cara bekerjanya Mata Ketiga tidak seperti
cara bekerjanya akal. Akal cenderung aktif mengakses informasi padahal tidak
selamanya informasi itu diperlukan. Bahkan tidak jarang justeru malah
membingungkan dan menyesatkan. Memang informasi diperlukan untuk memecahkan
problem jika informasi itu sejalan dengan problem yang dihadapi. Tetapi, jika
informasi itu sangat banyak kita akan dibuat bingung untuk memilah dan mencari
kesimpulan.
Cara bekerjanya mata ketiga hanyalah pasif
menunggu hidayah petunjuk atau Nur Ilahi. Dia hanya pasrah, ikhlas, sumeleh
serta bersikap diam. Hasil pencerapan mata ketiga tidak disimpan di otak namun
di qalbu atau hati nurani. Sehingga sangat tidak mungkin direkayasa oleh akal.
Itu sebabnya, karena hasil pencerapan mata ketiga itu berada di hati nurani
maka kebanyakan informasinya tidak mampu diakses oleh akal. Saat akal bertanya
apa hasil pencerapan mata ketiga, maka mulut hanya mampu mengucapkan AKU TIDAK
TAHU.
AKU TIDAK TAHU MENYANGKUT APA YANG ENGKAU TIDAK KETAHUI
DAN TETAP TEKUN BELAJAR”
NK tadi pun mengakhiri pengajarannya:
“Tahukah engkau kenapa aku tidak menjawab pertanyaan-pertanyaanmu dengan tidak
tahu? Tahukah kau apa yang sesungguhnya kau kehendaki dari pertanyaanmu itu?
Sesungguhnya, kau ingin menjadikan punggungku jembatan api neraka…. “
Kini, di malam Jumat Kliwon ini saya
membaca perlahan ayat Al Qur’an: “Allah Maha Mengetahui dan kamu tidak
mengetahui” dan “Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit” dan kemudian
saya bolak balik hadits berikut ini: Nabi Muhammad sering tidak menjawab
pertanyaan yang diajukan kepada beliau sebab beliau menunggu jawaban dari Allah
SWT.
Saya memaknai pengajaran terakhir NK itu
sebagai peringatan kepada kita semua: bila kita menggunakan akal maka akan
berbahaya. Akal yang terus menerus menanyakan suatu rangkaian sebab akibat
tidak akan pernah puas dengan satu jawaban. Akhirnya, waktu dan usia habis
untuk permainan-permainan akal. Beda bila kita menggunakan MATA KETIGA; ruhani
kita akan terpelihara, mulut bersih dari ucapan kotor dan sumpah serapah, bila
beruntung maka bersyukur, bila diuji maka akan bersabar, bila berdosa akan
beristighfar, bila bersalah akan menyesal dan bila dimaki akan tersenyum. Meski
tidak punya harta, dia tetap bangga dengan kesederhanaan. Tubuhnya boleh
gemetar menahan lapar tapi jiwanya setenang telaga makrifat.
Kenapa manusia harus menunggu datangnya Petunjuk
Tuhan? Apakah Tuhan begitu kejam sehingga lama memberi petunjuk kepada manusia?
Sesungguhnya bukan Tuhan yang enggan memberi petunjuk, tapi manusia sendiri
yang sibuk menutupi hatinya sehingga petunjuk-Nya tidak datang.
Di setiap pergerakan alam semikro apapun, kita pasti
menemukan jejak yang merupakan tanda-tanda adanya Tuhan Yang Maha Pencipta.
Kemampuan kita membaca tanda-tanda yang sejatinya merupakan cahaya petunjuk-Nya
ini akan mengantarkan kepada pemahaman yang komprehensif terhadap apa yang
seharusnya dilakukan manusia untuk menjalani hidup.
Kita akan semakin banyak mendapati pelajaran yang
mengajarkan bagaimana agar kita bisa menangkap cahaya petunjuk Tuhan, yang
selama ini, sebenarnya sudah ada. Satu persoalan penting yang membuat kita
tidak mampu menangkap cahaya petunjuk tersebut dikarenakan yang kita lakukan
sehari-hari justeru menutup datangnya petunjuk. Salah satu penutup tirai
datangnya petunjuk adalah keakuan kita.
Untuk mampu menangkap cahaya petunjuk Tuhan, kita dituntut
untuk terus mencari “pengetahuan” dengan belajar, mendalami dan mengamalkan
makrifat. Menurut Abu Yazid Al-Busthami, “Makrifat itu berarti mengetahui bahwa
gerak dan diam manusia bergantung pada Tuhan”. Artinya, dalam kehidupan ini,
kita harus selalu menjadikanNya tujuan utama. Mendalami makrifat membutuhkan
persiapan yang tidak ringan. Meskipun demikian, justru mereka yang mampu
bertahan di “dunia” makrifat, kemudian mengaksentuasikan dan mengamalkan dalam
keseharian, akan mendapatkan kebahagiaan lahir maupun batin.
Agar kita bisa menangkap cahaya petunjuk Tuhan tersebut, dibutuhkan
proses nglakoni yang panjang. Proses ini akan menjadikan manusia yang dimabuk
cinta kepada Allah ini makin tenggelam dalam-Nya. Tatkala proses
dikesampingkan, ia hanya mendapatkan kenikmatan yang profan dan hampa.
Pasalnya, proses tersebut akan membuatnya terbang menuju ruang bening: sebuah
ruang yang tak terbatasi oleh ruang dan waktu, dan di dalam ruangan itu ia
senantiasa bermesraan denganNya.
Berjalan di atas api lebih mudah bagi manusia secara
kodrati daripada mengikuti jalan makrifat. Mengamalkan satu makrifat berarti
harus mempelajari pengetahuan yang paripurna, meskipun ketika dibandingkan
dengan ilmu Tuhan itu adalah sebuah titik kecil yang tidak ada apa-apanya. Kita
harus memiliki pemahaman yang cukup untuk menyadari bahwa ilmu kita sangat
sedikit. Dengan kata lain, manusia mampu mencapai ilmu manusia, bahkan
kemanusiaan adalah hijab tertebal antara manusia dan Tuhan. Dalam hal ini ada
sebuah syair: “Ketidakmampuan memahami itu adalah pemahaman. Tetapi, berhenti
di jalan kesalehan adalah penyembahan berhala”.
Melalui makrifat inilah kita akan selalu tersinari cahaya
petunjuk Tuhan. Kita pun akan mampu menyibak bayang-bayang semu yang selama ini
menutupi jiwa. Kita juga akan mampu mengatasi ketakutan yang menggumpal-gumpal
yang seringkali memerosotkan harga diri. Dengan makrifat, kita akan terjaring
dalam pelukanNya yang amat menggairahkan. Cahaya petunjuk Tuhan pun terus
menyinari langkah kita, sehingga kita tidak tersesat.
Makrifat akan memberikan peneguhan kepada kita tentang
kedirian juga tentang adanya Tuhan: sebuah pengetahuan yang berdasarkan
afirmasi atas perbuatan-perbuatan Allah, yang juga berarti pengakuan bahwa Zat
Yang Mahatinggi dan Mahasuci adalah Pencipta manusia dan segala tindakan
mereka; yang menciptakan dunia dari ketiadaan kepada keberadaan dengan
perbuatan-Nya dan Pengatur kebaikan dan keburukan serta Pencipta segala yang
berguna dan berbahaya.
Berbagai fenomena kehidupan ini hendaknya menjadikan kita
mampu untuk melihat tanda-tanda keberadaan Yang Abadi. Makrifat berfungsi
sebagai bekal identifikasi jiwa manusia dan sebagai pendukung dalam rangka
mengeliminir sifat dan sikap yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Hidup yang disebabkan makrifat ini memang selalu membuat
cinta kepadaNya kian bersenyawa. Cahaya petunjuk itu mampu meluluhkan pelbagai
kekotoran yang menempeli pada diri. Dzun Nun Al-Mishri berkata, “Makrifat pada
hakekatnya adalah firman Allah tentang cahaya ruhani kepada kalbu kita yang
terdalam”, yakni Allah menyinari hati manusia dan menjaganya dari ketercemaran
sehingga semua makhluk tidak mempunyai arti biarpun hanya sebiji sawi di dalam
hatinya. Kontemplasi tentang rahasia-rahasia Ilahi, lahir dan batin, tidak
menguasainya. Dan, bila Allah telah demikian padanya, setiap kejapannya menjadi
tindakan kontemplasi..
Barangsiapa yang mendapatkan makrifat ini, ia mendapatkan
ledakan kenikmatan: tak terlukis dan di luar rasa biasa. Abu Bakr Wasithi
berkata, “Barangsiapa yang diberkati dengan makrifat, (akan) terputus dari
segala sesuatu, bahkan dia sepenuhnya bisu”. Nabi Muhammad bersabda, “Aku tidak
mampu memuji-Mu dengan tepat”. Padahal, pada saat memuji Allah, Nabi bersabda,
“Akulah yang paling fasih di antara orang-orang Arab dan bukan Arab.” Namun,
ketika berbicara mengenai Allah, beliau berkata, “Aku tidak tahu bagaimana
mengungkapkan pujian kepada-Mu. Aku berbicara kemudian bisu, dari kondisi
spiritual kepada keadaan non-spiritual. Engkaulah Engkau. Ucapanku ini entah
dariku atau dariMu. Jika aku berbicara dengan bahasaku, aku akan tertabiri oleh
pembicaraanku. Jika aku berbicara melaluiMu, kesempurnaanMu akan menjadi cacat.
Maka itu, aku tidak akan berbicara”
Demikianlah, kenikmatan tak terperi yang menunjam dalam
jiwa seseorang yang mendapatkan makrifat. Cahaya Tuhan akan selalu ditangkupnya
dalam dekapan cinta dan rindu yang membakar diri. Bias cahaya ini juga akan
menjadikan peraihnya mampu berjalan di garis keseimbangan antara saleh sosial
dan saleh ritual. Ganasnya medan
kehidupan, kerasnya tantangan hidup dan menderunya kejahatan tiada akan
menggoyahkan mereka yang beroleh makrifat. Gerak kehidupannya, bagi penemu
cahaya petunjuk Tuhan, merupakan kesan batin: untuk berduaan denganNya.
Bagi mereka, susah senang, bahagia derita, kaya miskin,
kehidupan dan kematian tidak berbeda….
Para Nabi dan Rasul adalah para
leluhur. Para Wali adalah para leluhur. Para Alim Ulama, kakek nenek, eyang,
buyut, canggah, para pahlawan baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal
adalah para leluhur. Tidak perlu alergi dengan kata “leluhur” sehingga tidak
arif bila kita melupakan jasa baik mereka dan teladanilah perilaku baik mereka
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan cara-cara orisinal dan
kreatif para leluhur itu menemukan siapa dirinya. Kenapa mereka ada di dunia;
kenapa aku dilahirkan, apa tugas yang diembankan kepadaku dan seterusnya.
Bila referensi perjalanan hidup
para leluhur sudah banyak kita miliki, bila ilmu pengetahuan sudah kita
pelajari dengan dasar-dasar logika yang lurus, maka yang dibutuhkan adalah
“NGELMU” atau MENJALANI PROSES PERJALANAN SPIRITUAL BERUPA MENCARI JATI DIRI
(DIRI SEJATI): SIAPA DIRI KITA?. Ini tahap yang dilakukan sambil kita menjalani
AMAL SHOLEH.
Proses perjalanan itu tidak
pernah berhenti hingga usia kita berakhir karena PROSES MENCARI JATI DIRI itu
sama dengan PROSES MENCARI TUHAN. Sebagaimana ayat: Kenalilah dirimu, maka kau
akan mengenal Tuhanmu.
Ragam proses pencarian JATI DIRI
itu banyak sekali caranya. Teorinya juga banyak. Sebanyak manusia di muka bumi
ini. Setiap orang juga tidak akan pernah sama persis satu dengan yang lain
karena masing-masing individu dilahirkan di lingkungan keluarga, adat istiadat,
budaya yang berbeda-beda.
Maka, CARILAH DIRI SEJATI KITA
MASING-MASING. HINGGA MENEMUKAN HAKIKAT ESENSI DAN EKSISTENSI DIRI YANG
SESUNGGUHNYA sebagaimana dicontohkan betapa kreatifnya para leluhur kita dulu
menemukan diri sejatinya.
Perhatikanlah riwayat hidup para
leluhur kita dulu yang DIMULIAKAN DI SISI-NYA: HIDUPNYA PENUH DARAH PERJUANGAN.
Adam diminta meninggalkan surga dan tinggal di bumi yang penuh binatang
berbahaya, Nuh AS dicaci rakyatnya dan diminta membuat kapal, Ibrahim MELAWAN
Namruj merusak berhala dengan kampak dan diperintahkan menyembelih Ismail, Musa
dikejar-kejar Firaun hingga harus menyeberangi lautan, Isa As harus melawan
penguasa romawi, dan Muhammad AS melawan budaya jahiliyah dan perang mengangkat
senjata…
Kini, perjuangan kita menegakkan
keyakinan tentu beda bentuk, jenis dan modusnya. Namun bila ANDA DIKASIHI,
DICINTAI, DIDEKATI DAN DITUNJUK ALLAH SWT MENJADI UTUSAN-NYA, MAKA ANDA HARUS
SIAP DENGAN BERATNYA RESIKO PERJUANGAN.
Para leluhur juga harus mencari Jati Diri (Diri Sejatinya)…berproses terus
hingga akhir hayat: Muhammad SAW pun menyendiri berkhalwat di gua hira,… Sunan
Kalijaga ngesti di pinggir sungai,… dan kemudian mewedarkan kebenaran yang
telah ditemukannya dengan KARYA NYATA.
Salam KREATIF BERJUANG
Menuju derajat “takwa” yang hakiki perlu perjuangan
yang berat. Nglakoni tahap demi tahap dengan sabar, awas, eling dan waspada
agar “ngelmu” kita semakin sempurna.
Adalah sebuah keharusan bila kita ingin peningkatan
kualitas spiritual kita, maka kita dianjurkan untuk mengarahkan orientasi dari
“luar” menuju ke “dalam”, kemudian mengarah lagi ke “luar” dan terakhir ke
“dalam” lagi. Berikut keempat tahap itu:
I.
Sebagaimana perjalanan para nabi dalam sejarah, Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad SAW dan seterusnya…atau nabi Budha. Lahir,
anak-anak dan beranjak remaja dia mengamati lingkungan sekitarnya. Tarafnya
adalah olah indera dan raga, latihan kepekaan dan penajaman indera mata,
telinga, perabaan kulit, menyerap dan menghembuskan nafas dan mulut untuk
merasakan sesuatu. Berbagai pengalaman luar dirasakan oleh indera. Mata melihat
bagaimana perjalanan kehidupan manusia: Lahir, remaja, dewasa, sakit, tua,
mati…. Ini adalah tahap pemusatan ke luar… ke benda-benda / obyek-obyek khusus
SAMANTA BHAVANA.
II.
Tahap selanjutnya, mengarahkan pemusatan perhatian atau
orientasi hidup ke “dalam”. Mulailah kita merenungkan hubungan sebab akibat,
kenapa ada orang hidup..kenapa ada orang mati.. kenapa manusia dihidupkan, apa
hakikat hidup… Apa penyebab semua yang hidup? Bila ada Sang Pencipta, kenapa
dia menciptakan kita? …. Konsentrasi diarahkan ke pergerakan akal yang diliputi
oleh batin/rasa pangrasa. Akal menemukan hakikat, rasa melanjutkan dengan
penghayatan. Tuhan ditemukan melalui logika, dilanjutkan dengan mengakui dan
mengimani keberadaannya. Terjadi evolusi pada setiap fase.
Ruhani manusia terus bermetamorfosis; dari orientasi jasad
fisik, kemudian beralih konsentrasi ke batin. Dia mengolah batinnya, kejadian
demi kejadian yang dialami dalam pengalaman nyata berhasil diambil kesimpulan
bahwa SEMUA YANG ADA INI ADA HIKMAHNYA. Hikmah apa? Hikmah untuk memaknai
perjalanan hidup ini dengan benar, lurus dan terbukanya pintu kebenaran.
Shiratal mustaqim yakni jalan yang lurus. Jalan apa? Jalan kehendak, akal,
nafsu menuju iradat Gusti. Jalan yang mengarah lurus itulah yang benar.
Tanda-tanda orang yang sudah mencapai tahap benar ini adalah terbuka terhadap
semua pandangan yang berbeda. Mampu meresapi semua keyakinan yang dianggap
benar oleh setiap orang, dan kemudian mampu mengambil sari kebenaran tersebut.
Dia telah mendapatkan PANDANGAN TERANG… VIPASSANA BHAVANA.
Inilah tahap IQRA sang Muhammad SAW, atau saat nabi Budha
mendapatkan Pencerahan di bawah Pohon Bodhi. Mereka ditemui Ruhul Quddus,
Malaikat Jibril. Gerak batin kita padu, serasi dan selaras dengan gerak
batin-Nya. Mampu membaca keinginan Tuhan dalam hidupnya setiap hari. Batin kita
tidak hanya mengingat-Nya dalam setiap tarikan/hembusan nafas dan detak nadi.
Namun juga batin kita berkomunikasi intensif berbicara, berbincang-bincang,
berdiskusi dengan batin-Nya. Seperti orang berkasih-kasihan. Keduanya saling
menakar, mempertimbangkan dan menilai masing-masing.
III.
Tahap selanjutnya perjalanan spiritual yang lebih tinggi
lagi adalah meditasi ke semua titik. Mengarahkan konsentrasi indera, batin
dalam perbuatan nyata. Tapa ngrame. Beramal sosial. Menyempurnakan penciptaan
Tuhan. Memayu hayuning bawono untuk Memayu Hayuningrat. Pada tahap ini, semua
sudah terang benderang di depan semua inderanya, di dalam batinnya. Ibadah
sosial ini dilakukan tanpa pamrih apa-apa, kecuali netepi titahing Gusti. Apa
saja titah gusti pada kawolo/hamba akan dilaksanakan tanpa malas. Bila tidak
dilaksanakan, dia akan terkena hukuman. Pengajaran Tuhan disampaikan secara
langsung tanpa utusan gaib lagi. Ini tahap saat Nabi berjuang untuk memberi
kabar Tuhan, berdakwah terang-terangan ke segenap sedulur papat/semua arah
penjuru bumi. Menyebarkan kasih sayang-Nya. Tuhan mewartakan apa saja, sang
hamba berkewajiban melanjutkan sabda-Nya.
Dia sudah berderajat para nabi dengan pencapaian ruhani
yang sangat tinggi. Namun dia sadar tetap manusia biasa yang masih punya jasad.
Kesadaran bahwa kita tetap manusia harus dimiliki. Syariat agama tidak boleh
ditinggalkan. Semua nabi telah mencapai derajat ketiga ini. Dia sudah ada di
langit ketujuh, langit diri pribadi tertinggi…
IV.
Tahap selanjutnya meditasi adalah mengarahkan diri ke
“dalam” lagi. Manusia sudah tinggal aku sejati/ruhnya saja. Ngracut, mencair
dan menguap bersama Gusti. Ia sudah mukso. Menjadi cahaya
bersama-Nya. Hidupnya abadi. Tidak mengenal kematian. Kematian sudah bisa
ditentukan kapan dan dimana. Manusia bisa melihat apa yang akan terjadi.
Rentangan kejadian yang ada di alam semesta dilihatnya dengan diam. Semua
gerakan batin yang menggelora ada di kekuasaannya. Sang diri pribadi mampu
membaca buku “agenda” yang dibuat bersama antara ruh kawulo dengan Gustinya
lagi.
Bila selama ini dia hanya bisa meraba-raba, sekarang dia
sudah dengan sangat gamblang membaca agenda tersebut. Komunikasi dengan Gusti
sudah tidak ada. Kenapa? Bukankah komunikasi butuh dua kehendak yang berbeda?
Sementara di tahap akhir ini, dua kehendak itu sudah menjadi satu kehendak
saja. Pada tahap ini, Kawulo sudah manunggal/jumbuh dengan Gustinya.
Manunggal apanya? Semuanya. Ya iradatnya, ya sifat-sifat-Nya, ya asma-Nya, ya
af’Alnya/perbuatannya.
Dia adalah Sumber dari Segala Sumber Cahaya Kebenaran itu
sendiri. Apapun yang diinginkannya, adalah Kun Fayakun. Dia mengalami suwung…
fana…..dalam kesatuan-Nya…. inilah hakikat takwa: yaitu “benar-benar” menjadi
Gusti Allah… Ini hanya dicapai oleh pribadi yang telah tersinari oleh Nur
Muhammad, diri pribadi yang memancarkan nilai-nilai terpuji. Sudah tidak ada
langit lagi yang harus didaki, bahkan langit dan bumi sudah manunggal dalam
satu titik lagi.
Santosoiman
Wahyu
santosoimanwahyu@yahoo.com
Assalamu’alaikum
Wr. Wb. Salam hormat untuk para sedulur dan sesepuh KWA. Bahasan ini adalah
kelanjutan dari pembahasan sebelumnya yaitu “Urutan Ilmu Hikmah dan Sufi”.
Tiada maksud apa-apa dalam pembahasan ini selain sekedar share dan memohon
karunia Allah SWT. Karena minimnya dan terbatasnya pengetahuan saya jadi mohon
maaf jika ada yg kurang dan tidak berkenan. Mohon dikoreksi. Karena hanya Allah
SWT saja samudra ilmu dan sebenar-benarnya pemilik kebenaran. Pada Bahasan yg
lalu saya menulis tentang kunci pembuka tarikah/tarekat untuk memasuki setiap
tingkat. Kunci itu ada 2 yaitu : Syahadat dan Istinja.
Saya akan
membahas kunci pertama (Syahadat) :
Bismillahir Rahmanir Rahim. Syahadat adalah sebuah kalimat inti dari segala
inti adanya mahluk di alam ini. Dalam kalimat ini terdapat sebuah pengakuan
tentang siapa Tuhan kita dan siapa yg mengabarkannya. Kita semua pasti tahu apa
Syahadat itu yaitu “ Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
Nabi Muhammad adalah Rasul Allah”
Tapi apa kita
tahu sebenarnya mengapa Syahadat itu menjadi kunci dari segala kunci keimanan
kita kepada Allah, Menjadi kunci dari setiap tingkat iman kita kepada Allah,
Kunci setiap ruang tingkat dalam hati kita. Sehingga Nabi shollallohu ‘alaihi
wa sallam bersabda: ((فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ))
“Sesungguhnya
Alloh mengharamkan atas neraka terhadap orang yang mengucapkan Laa ilaaha illa
Allah, dia mencari wajah Allah dengan (perkataan) nya.” [Hadits Shohih Riwayat
Bukhari no: 425, 667, 686, 6423, 7938; Muslim no: 33, 657; dari ‘Itban bin
Malik]
Orang yang
bersyahadat harus disertai ilmu. Maka orang yang mengikrarkan syahadatain wajib
mengetahui makna syahadatain dengan sebenarnya.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: {فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآإِلَهَ إِلاَّاللهُ
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللهُ يَعْلَمُ
مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ}
Maka
ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu’min, laki-laki dan
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. [QS.
Muhammad (47): 19]
Sekarang kita
harus menyadari makna sebenarnya dari dua Kalimat Syahadat tersebut mengapa
menjadi kunci dari segala kunci kehidupan kita. Untuk membuka Ruang demi ruang
yang ada di hati kita menuju Makrifatullah.
Syahadat
Kunci Ruang Pertama (Syariat): Bismillahir Rahman Nirahim. Hanya Allah yg tahu.
Saya coba mengulas dengan keterbatasan saya.
Pada Ruang
pertama ini / level pertama dari ruang hati (Syariat). Syahadat ini adalah
penentu ke Islaman Mahluk Allah. Pada ruang ini manusia bersyahadat sering kali
hanya sekadar lisan / jasad tanpa mengetahui apa sebenarnya di balik kalimat yg
menentukan hidup kita. Kita hanya tahu tiada Ilah selain Allah dan Muhammad
adlah Rasul Nya. Sehingga ada istilah Islam tapi tidak mukmin. Islam tapi tidak
Salam (memberi kedamaian). Karena hanya sebatas bibir saja. Islam saya yg
benar, islam kamu salah. Itu dosa, itu bidah. Mudah bagi kita mengkafirkan
orang lain dan mendosakan orang lain. Sesungguh dalam kita bersyahadat itu ada
ilmunya yaitu kenali dirimu maka kamu akan mengenali siapa Tuhanmu. Ada yang hal kunci Sirr
yang kita lupakan dari Syahadat itu yaitu Kalimat ‘ Saya bersaksi…’ bagaimana
kita bersaksi jika kita tidak melihat Allah. Bagaimana kita melihat Allah jika
kita tidak mengetahui caranya dan tidak mencari pengetahuannya. Mungkinkah kita
melihat Allah..jawabnya adalah Pasti. Lho bagaiman bisa, kita hanya manusia
biasa kok bisa melihat Allah. Bahkan ada yg mengatakan itu mustahil dan
dosa..(Masya Allah) bagaimana kita bisa bersaksi jika kita tidak melihat..kita
lupa kepada Ayat Allah yang berbunyi dalam surah Al Baqarah ayat 45,46 yang
artinya
“Dan Mohonlah
pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat.dan sholat itu sesungguhnya
berat kecuali bagi orang yang khusuk”, kemudian “Yaitu mereka yang yakin akan
menemui Tuhan Nya dan bahwa mereka akan kembali pada Nya” .
Arti menemui
Tuhan pada kalimat tersebut tidak mengatakan pada saat kita sudah Meninggal
karena disambung dengan kalimat bahwa mereka akan kembali pada Nya.. Nah baru
pada akhir surat
tersebut kita menunjukan keyakinan kita akan kembali / meninggal.
Pada manusia
yang penuh dengan karat di hati maka hijab itu menutupi kita untuk melihat
Allah. Sesungguhnya melihat Allah itu bisa dilakukan dengan jalan Melihat alam
ini melihat kebesar ciptaan Nya.
Rasulullah
SAW bersabda : “Kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, ketika melihat bulan
purnama. Baginda berkata, “Sungguh kamu akan melihat Rabb (Allah), sebagaimana
kamu melihat bulan yang tidak terhalang dalam memandangnya. Apabila kamu mampu,
janganlah kamu menyerah dalam melakukan solat sebelum terbit matahari dan solat
sebelum terbenam matahari. Maka lakukanlah.” (Hadis riwayat Bukhari dan
Muslim). Oleh karena itu marilah kita bersama-sama berusaha jangan menyerah
karna itu sudah dijanjikan oleh Allah.
Syahadat Pada
Tingkat Kedua / Hakikat : Ya Allah Ampuni Hamba, hanya Engkau lah yg Maha Tahu.
Bismillahir Rahmanir Rahim
Pada tahap
ini maka kita bersyahadat bukan hanya bibir tapi juga hati. Dan meyakini dengan
sebenar-benarnya yakin. Kita menjadi sedikit tahu bahwa semua di dunia ini
Kuasa Allah dan kita tiada daya ‘La Hawla wala Quwatah ila Billah”. Pada tahap
ini Kita Bersaksi dengan dibenarkan oleh Hati kita melihat dengan Hati. Bahwa
semua ada Allah di balik sesuatu. Kita bersaksi karena kita merasakan kuasa
Nya. Kita dapat tahu bahwa yang Genap itu ada Ganjilnya :
Kita melihat
diri kita sendiri (Kanali diri maka akan mengenali Tuhan Mu) 2 = 1+1 , 2 Untuk
Manusia 1 untuk Allah : (maaf jika kadang saya sulit menjelaskannya, karena
terbatasnya pengetahuan saya), saya akan coba.. 2 = Untuk Mahluk. apa yang 2
itu adalah diberikan kepada Mahluk Allah (Manusia dan Jin) : Adz Zariat 56. :
laki-laki dan perempuan, sorga neraka, 2 Mata, 2 tangan, 2 kaki, 2 paru-paru, 2
ginjal, 2 buah zakar, 2 ovarium, apa-apa yang dua gunanya untuk Hablum Minanas,
untuk regenerasi, apa-apa yang genap jika dikurangi satu maka akan tetap hidup
karena 2-1 = 1 ( Masih ada Nyawa / Hayun ) tangan di amputasi masih tetap
hidup. Artinya segala yang bepasangan adalah untuk Hablum Minanas.
1 = Al Wahid
/ Allah di berikan karena adanya Roh: dari bawah : Anus , Kemaluan, hati,
jantung, otak, membentuk susunan lurus Alif, Satu menuju Allah. Jika
dihilangkan maka hilang pula Nyawa kita. Kemaluan kita ditutup maka kita akan
mati, anus ditutup sama, demikian juga dengan Jantung.
Hati : Jika
rusak maka rusak juga tubuh kita/ perbuatan kita. Oleh karena itu mengapa kita
kadang sulit mencari adanya Allah padahal ditubuh kita terdapat kebesar Nya.
Demikianlah tanda-tanda bagi orang yang beriman.
Kita harus
menyadari bahwa sesungguhnya badan ini bukan punya kita maka sebagai yg diamanahkan
hendaklah menjaga. Allah itu Maha Rahman dan Rahim. Sesuatu yg haram bukan
karena Allah membenci hambanya tetapi karena sayangnya. Khamar haram karena
merusak. Syahadat pada tahap ini adalah Syahadat Jasad dan Ruh. Kita
menyaksikan Allah lewat Anggota tubuh kita sendiri.
Syahadat pada
Tingkat ketiga Makrifatullah. Ya Allah Ampuni Hamba Mu ini. Saya tidak dapat
menerangkan tingkat ini dengan sebaik-baiknya karena memang saya kurang sekali
pengetahuannya. Namun saya mencoba dengan sedikitnya ilmu saya yang saya
ketahui, apabila ada yang kurang harap ditambahi dan apabila ada yg salah harap
dikoreksi. Karena yang Maha Benar adl Allah SWT.
Bismillahir
Rahmanir Rahim. Syahadat pada level ini bukan lagi dibibir dan dijasad tapi
sudah beriring dan bahkan utk Wali-wali sampai terucap ‘Tiada Tuhan selain Aku,
dan Muhammad utusan KU’ : Ibnu Arabi / Al Halaj dan syeh Siti Jenar. Sehingga
pendapat tsb dianggap menyesatkan dan dihukum. Tapi saya tidak ada kuasa untuk
menyalahkan atau membenarkan hal tsb. Karena sekali lagi saya tidak ada
kemampuan.
Hanya saja
saya berpendapat bisa saja hal itu terjadi karena Saking dekatnya Hamba dengan
Allah. Seperti dalam Ayat Al Quran yang dikatakana : “Jika hambaku bertanya
tentang Ku maka katakan saja bahwa aku lebih dekat dari pada urat nadi
dilehermu” seperti jika kita sudah akrab sekali kadang kita mengatakan kalau
ada perlu sesuatu bilang aja sama saya. Nanti saya sampaikan. Sama aja kok….nah
mungkin seperti itu.
Sedangkan
Untuk Baginda Rasul, Nabi Muhammad SAW. Syahadat itu memang menyaksikan secara
lahir dan batin sewaktu Beliau Mi’raj ke Sidratul Muntaha. Bahkan pada Mi’raj
tersebut Nabi Muhammad di beri Salam oleh Allah SWT. (Bacaan duduk Tahiyat).
Oleh karena itu untuk menyaksikan Allah bagi Hamba Nya yaitu Sholat lah Khusuk.
Karena kita akan Mi’raj dan menyaksikan Allah SWT.
“Sungguh kamu
akan melihat Rabb (Allah), sebagaimana kamu melihat bulan yang tidak terhalang
dalam memandangnya. Apabila kamu mampu, janganlah kamu menyerah dalam melakukan
solat sebelum terbit matahari dan solat sebelum terbenam matahari. Maka
lakukanlah.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Gapailah
dengan Ilmu. Semoga jangan sampai kita jadi orang yg dibutakan oleh Allah.
Seperti dalam surah al-Israa’ [17] ayat 72 disebutkan: “dan barang siapa di
dunia ini buta hatinya, maka di akhirat nanti juga akan buta, dan lebih sesat
lagi jalannya”.
Bagian paling sejati dari manusia adalah ruh.
Keabadian ruh adalah paling nyata terlihat pada mereka yang telah menggunakan
kesadaran makrifatnya dengan lurus. Bismillah…
Ruh tidak melekat pada tubuh manusia. Meskipun dia
dikatakan berada “di dalam” diri manusia, namun ia tidak sungguh-sungguh
dibatasi oleh tubuh yang berada di dalam ruang dan waktu. Ruh adalah sebuah
bentuk yang tanpa waktu dan berada di luar waktu, yang berlaku kekal dan abadi
sejak sebelum penciptaan alam. Untuk dikenali, ruh kemudian “masuk” ke dalam
tubuh/jasad yang ada di dalam ruang dan waktu.
Bisa dikatakan ruh menjelma menjadi manusia yang berjasad
dan berjiwa. Bentuk dan rupa ruh hingga kini tidak diketahui. Apakah bentuknya
seperti manusia namun seperti bayangan belaka ataukah seperti asap, tidak
diketahui. Kita hanya bisa mengatakan bahwa ruh adalah bagian manusia yang
paling halus. Kenapa tidak diketahui? Itu sebab kita tidak pernah melihat,
mendengar, meraba ruh sebelumnya. Sehingga bentuknya tidak ada di dalam gudang
memori manusia. Pada tulisan terdahulu yang berjudul HIDUP YANG SEMENTARA telah
sedikit diulas bahwa pengetahuan kia tentang ruh itu bukan berasal dari
pengamatan/pengalaman.
Pengetahuan tentang ruh sudah diinstal secara otomatis ke
dalam diri manusia. Manusia tinggal membuka program dan kemudian
mengaplikasikannya. Alat untuk mengetahui tentang ruh adalah akal budi yang
merupakan sumber hidup manusia yang sesungguhnya. Meskipun mendiskusikan soal
ruh adalah sebuah upaya yang sia-sia, namun ruh juga tidak sepenuhnya menutup diri
dari pengetahuan akal. Adalah watak dasar manusia untuk ingin tahu tentang
segala hal, termasuk soal ruh ini. Ruh kemudian diletakkan sebagai barang atau
benda yang berada di “luar” diri dan kemudian diteliti secara obyektif.
Salah satu cara untuk mendekati keberadaan ruh ini adalah
menganalisa mereka yang sudah mengalami NEAR DEATH EXPERIENCE yang kemudian
memberikan banyak pengetahuan tentang ruh. Banyaknya kejadian orang yang
mengalami NEAR DEATH EXPERIENCE atau pengalaman saat mengalami kematian sementara
ini membuktikan satu keyakinan: bahwa ada “sesuatu” yang hidup saat tubuh jasad
fisik ini tidak berfungsi. “Sesuatu” yang menyadari, mengetahui, dan bisa
menceriterakan kembali kejadian-kejadian runtut itulah akhirnya bisa
disimpulkan bahwa ada satu entitas metafisis dalam diri manusia. Entitas itu
kemudian disebut dengan RUH. RUH ADALAH TUHAN DALAM DIRI MANUSIA. Tidak ada
dualitas karena sesungguhnya RUH MANUSIA DAN DZAT TUHAN TIDAK BERBEDA. KEDUANYA
SESUNGGUHNYA SATU KESATUAN.
Bagaimana sejarah awal “kesatuan” antara ruh manusia dengan
ruh Tuhan? Sebenarnya secara logika, pertanyaan ini pun juga mengandung
kesalahan. Kenapa juga kita selalu memisahkan antara dua ruh yang sesungguhnya
cuma satu? Inilah akibatnya bila kita menggunakan akal untuk menakar sebuah
perkara. Adalah watak akal untuk memilah-milah/ menganalisa/memotong-motong
obyek sebagaimana halnya sebuah benda atau barang saja. Padahal obyek kajian
kita kali ini adalah ruh yang bersifat metafisis! Ah, sebelum pembicaraan kita
mengenai ruh ini menjadi meaningless/tidak bermakna tidak salah kita teruskan
saja membaca tanpa apriori terlebih dulu. Jangan dulu ditanya benar atau salah
pendapat saya kali ini. Yang jelas, ayo dibaca saja tanpa prasangka dulu baru
kemudian dikritik. Monggo, lha wong ini cuma pendapat/opini kok.
Semua hal terjadi karena sebuah proses. Bumi, matahari,
bulan, galaksi tercipta karena proses ledakan besar. Begitu pula dengan ruh.
Ruh juga mengalami proses penciptaan sehingga menjadi seperti sekarang ini.
Syahdan diungkap dalam “kitab teles” kasunyatan, awalnya hanya ada satu dzat
saja yang Ada.
Dzat itu tidak punya nama sebab dia tidak dikenal. Lha siapa yang mengenal
kalau hanya satu dzat saja? Bukankah nama-nama tersebut ada karena ada dua atau
lebih sesuatu sehingga perlu diberi nama? Coba kalau hanya satu, maka tidak
perlu dberi nama. Lha siapa juga yang memberi nama kalau hanya ada satu diri di
“alam awang uwung?” Boleh dikatakan saat itu hanya ada satu ruh saja. Ruh yang
satu ini memiliki energi kreatif yang berlimpah. Dia kemudian ingin “dikenal”.
Hmm… kata “dikenal” ini sebenarnya tidak tepat. Kata ini
sama sekali tidak mewakili apa yang sebenarnya “diinginkan”-Nya. Apalagi kata
“dikenal” sudah mengalami pemiskinan makna seperti abad sekarang. Dia bukanlah
selebritis sebagaimana yang kita kenal di dunia sinetron. Namun, apa ada kata
lain yang mewakili ya? Yang jelas, Dia Yang Satu ini kemudian berkata “Kun
Fayakun”… “terjadilah”… kata ini mengandung maksud bahwa Yang Satu ini ingin
menjadi Yang Banyak. Yang Satu ingin mengejawantah menjadi Yang Banyak. Yang
banyak ini kemudian menjadi partikel-partikel mulai yang terkecil yang tingkat
kesadarannya sederhana hingga yang paling sempurna tingkat kesadarannya.
Yang Satu oleh karena itu berusaha melepaskan diri dari
kesendiriannya. Ruh Yang Satu mulai berpindah dari situasi “berada di luar
dirinya” ke dalam situasi “berada bagi dirinya.” Sebab “berada bagi dirinya”
bisa terjadi karena ada kesadaran-kesadaran Yang lain dari Yang Satu. Perlu
diingat bahwa yang terjadi saat itu adalah Ruh Yang Satu kemudian membebaskan
dirinya untuk diinterpretasi oleh Yang Lain Yang Bukan Diri-Nya. Proses ini
ibarat manusia menciptakan komputer yang cerdas yang bisa melakukan perlawanan
termasuk pengakuan bahwa komputer itu bikinan manusia. Setelah proses Kun
Fayakun tersebut: Kini sudah ada dua ruh. Ruh Yang Satu dan Ruh Yang Lain.
Kehendak Ruh Yang Satu kemudian memasrahkan kepada Ruh Yang
Lain untuk berkarya. Yang terjadi dalam peradaban manusia saat itu adalah
lahirnya kesadaran bahwa dia berbeda dengan alam sekitarnya. Dia tidak bisa
sepenuhnya disamakan dengan kosmos-nya alam. Dia beranggapan manusia harus
memiliki kehendak bebas sendiri dan kesadaran inilah yang akhirnya membuat dia
merasa memiliki otonomi diri yang tidak ada korelasinya dengan Tuhan. Kehendak
rasional manusia kemudian mengalami subyektivasi. Manusia menjadi hipokrit,
dipenuhi selubung nafsu dan kenistaan. Nilai-nilai diputarbalikkan sedemikian
rupa karena semakin tidak menyadari dunungnya. Eksistensinya menjadi absurd dan
konyol. Itu karena dia tidak memahami bahwa awal muasal semua yang
bereksistensi ini sejatinya hanya Yang Satu.
Mulailah manusia menata peradaban berdasarkan bentuk-bentuk
hidup dengan prinsip subyektivitas. Kenapa subyektif? Sebab dia tidak
melibatkan Yang Satu dlam proses penciptaan selanjutnya….. Bentuk dan
nafsu-nafsu manusiawi dilembagakan secara formal. Diciptakan kebiasaan,
diciptakan adat istiadat, diciptakan peradaban, diciptakan filsafat hidup dan
ilmu pengetahuan, diciptakan tata kenegaraan, diciptakan sistem nilai-nilai
yang dijadikan perangkap eksistensi manusia. Merasa hidup dalam sosialitas yang
belakangan diketahui sangat mengerikan akibat ulahnya sendiri itu, manusia
kemudian menciptakan agama! Dengan agama, manusia sebenarnya sedang membuat
dogma dan mitos-mitos baru.
Siapa bilang agama diciptakan Tuhan untuk manusia? Manusia
sendirilah yang menciptakan agama untuk dirinya sendiri. Tuhan tidak beragama.
Tuhan tidak butuh agama. Jangan libatkan urusan Tuhan untuk mengungkung
kebodohannya. Tuhan terlalu suci dari dosa-dosa manusia yang terbiasa
merekayasa kebutuhan-kebutuhan dirinya dan merasa seolah-olah paling tahu apa
yang dia butuhkan. Manusia memang sudah sedemikian egois. Astaghfirullah!!!
Inilah tahap yang terjadi saat ini. Manusia sengaja
melemparkan dirinya, menjauh sejauh jauhnya dari kesatuan dengan Ruh Yang Satu.
Diri manusia yang menjelma dalam ego perorangan memasuki kawasan yang lebih
rumit lagi. Ruhnya terpendam di dasar diri dan tidak mampu untuk bergerak.
Kecuali apabila nanti jasad manusia sudah dinyatakan mati, maka nyawa ruh akan
kembali menyatu dengan Yang Satu. Sebelum mati, diri manusia membuat suatu tata
tertib yang lebih rumit lagi. Manusia harus berkeluarga, manusia harus
bermasyarakat, manusia harus bernegara, manusia harus memiliki pandangan hidup
yang benar dan lurus, manusia hidupnya harus melaksanakan rencana-rencana A, B,
C, D, dan seterusnya….
“Keharusan-keharusan” itu secara sengaja kemudian
menciptakan peradaban dan sejarah dunia. Sejarah dunia yang dipenuhi dengan
pertumpahan darah, egoisme dan pemuasan nafsu jasad saja. Bila proses
penghancuran jagad cilik dan jagad gede oleh si jagad cilik ini terus
berlangsung maka jangan harap ruh manusia akan mampu menemukan kesatuan dengan
ruh Yang Satu. Dibutuhkan sebuah proses penghancuran kesadaran secara massif
alias proses laku utama: “Mati dalam Hidup” sehingga manusia menemukan kembali
jati dirinya. Inilah jalan makrifat tertinggi yang harusnya ditempuh oleh kita
semua: KAWULO DENGAN GUSTI SEBENARNYA MANUNGGAL DAN JUMBUH. SEBAB SEMUANYA
ASALNYA DARI YANG SATU DAN KESATUAN ITU KINI SUDAH DIHANCURKAN DAN DIRUSAK OLEH
MANUSIA.
Dalam kitab suci kata “ruh” itu selalu dinyatakan dalam
bentuk tunggal, bukan jamak. Juga dinyatakan sebagai ruh-Nya. Tidak ada satupun
ayat di dalam Al Quran yang menyatakan bahwa ruh itu diciptakan oleh Tuhan.
Sebab Ruh-Nya hanya satu yang kemudian nitis kepada manusia agar manusia dapat
membangkitkan kesadaran dirinya sendiri bahwa dia adalah citra-Nya. “Maka,
apabila Aku telah menyempurnakannya, dan Aku tiupkan ruh-Ku ke dalamnya,
tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
Ini salah satu ayat dalam kitab suci yang memaparkan bahwa
Yang Satu (Tuhan) mentamsilkan “tiupan” ruh ke dalam diri manusia. Nah, karena
Tuhan tidak bermulut, maka kita perlu memahami kata “tiupan” itu sebagai
limpahan, pancaran, emanasi ruh-Nya. Itulah sebabnya semua mahluk tidak
terkecuali jin dan malaikat dulu diminta untuk sujud kepada manusia. Kenapa?
Sebab manusia adalah limpahan Ruh Tuhan. Ia selalu suci, tidak tersentuh ego
karena dipancarkan dari “pribadi” yang menjadi manifestasi yang menyejarah di
bumi.
Jasmani manusia kini jumlahnya bermilyar-milyar yang
terbentang dari barat ke timur, namun berapa jumlah manusia yang menyadari
bahwa dia sejatinya adalah diri ruhani yang merupakan pancarah Ruh-Nya? Teramat
sedikit dan mungkin bisa dihitung dengan jari dan yang kita kenal hanyalah para
Rasul, nabi, wali, avatar, atau apapun namanya yang berperan untuk kembali
menuntun umat manusia agar menyadari perannya sebagai pribadi manifestasi
Ilahi. Pribadi yang tidak menyadari perannya sebagai manifestasi Ilahi
berakibat fatal.
Dunia akan kiamat dan yang mampu menyelamatkan hanya
manusia yang kembali menjadi pribadi yang terkendali oleh ruh. Jika jiwa/nafs
merupakan substansi yang menyebabkan makhluk menjadi hidup dan menjalankan
kodratnya maka ruh merupakan substansi yang mampu mewujudkan iradat manusia.
Bila manusia hidup memiliki kodrat dan iradat, maka iradat manusia hanya bisa
bekerja dengan benar bila dibimbing oleh ruh. Iradat yang benar bukan hasil
dorongan dari luar yang palsu, tapi tumbuh dari dasar pribadinya.
Ingatlah bahwa manusia sudah dibekali dengan kesempurnaan
penciptaan. Dibekali dengan sarana dan prasarana, baik fisik dan metafisik
untuk manunggal kembali dengan iradat-Nya. Bukankah KAWULO SESUNGGUHNYA ADALH
GUSTI???? “Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh-Nya ke dalamnya.
Dia menjadikan bagimu pendengaran, pengelihatan dan perabaan. Tapi sedikit
sekali kamu yang bisa bersyukur!”
Terakhir, memohon maaf bila interpretasi tentang ruh ini
ternyata salah dan melenceng dari kebenaran. Itu semata-mata proses yang saya
lakoni masih sangat terbatas dan semoga akan terus berproses hingga akhir
hayat. Sehingga tercapai benar-benar pengetahuan makrifatullah tentang
METAFISIKA RUH YANG SEJATINYA HANYA SATU DAN TIDAK ADA YANG LAIN. “Timur dan
Barat adalah kepunyaan Allah. Maka kemana saja menghadap disitulah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas dan Maha Tahu”
Berbeda dengan jasmaniah kasar maupun halus
(piranti keras dan lunak) Ruh bukan piranti dia Energi bagi manusia, Ruh adalah
Energi Tuhan, yang mewakili Tuhan atas diri manusia, didalamnya terkandung
sifat-sifat Tuhan demikian dikatakan bahwa manusia adalah makhluk Ruhaniah
Dalam Kitab Suci Al Qur’an banyak ayat yang menjelaskan
duduk perkara soal ruh ini. Di antaranya menyatakan demikian:
1. Surat 15
(AL-HIJR) ayat 29
“Maka apabila Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan padanya Ruh dari Ku,
hendaklah kamu tunduk sujud akan dia”
2. Surat 32
(AS-SAJ’DAH) ayat 9
“Lalu Ia sempurnakan kejadiannya, Ia tiupkan pada sebagian dari RuhNya dan Ia
jadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali
kamu bersyukur.”
Dari dua bunyi ayat diatas menjelaskan akan diri manusia,
jati diri manusia yang sebenarnya, manusia pada saat kondisi bayi (baru lahir
kedunia) tidak memahami akan dirinya, ketika beranjak remaja menganggap diri
sebatas fisik (jasmaniah) banyak sekali dari manusia sampai usia tua menganggap
dirinya fisik (jasmaniah). Kondisi ini terjadi ketika manusia terjebak oleh
hawa nafsunya, karena cintanya pada dunia yang demikian besar menyebabkan
tertutup kesadarannya akan jati dirinya yang sesungguhnya, dalam kehidupannya
didunia akal dan fikirannya hanya tertuju pada gemerlapnya dunia dengan
sendirinya akhirat terabaikan. Sejauh mana keyakinan kita sebagai manusia akan
ayat tersebut diatas.
Sebagai ayat pembanding untuk analisa ayat tentang Ruh
berikut ini adalah :
Surat 15
(AL-HIJR) ayat 27
“Dan jin itu, Kami jadikan dia lebih dahulu, dari api yang beracun ”
Dalam 2 (dua) ayat diatas dikatakan
1. “Aku tiupkan padanya Ruh dari Ku”
2. “Ia tiupkan padanya sebagian dari RuhNya”
Pada surat
15 (Al-Hijr) ayat 27 dikatakan bahwa jin itu dijadikan, sementara Ruh ditiupkan
jelas disini bahwa jin itu dicipta (dibuat) oleh Tuhan sementara Ruh itu bukan
ciptaan tapi bagian dari Ruh Tuhan, itu sebabnya Ruh itu kekal sebagaimana
Tuhan. Begitupun jasad manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan alam semesta semua
ciptaan Tuhan, hanya Ruh manusia saja yang bukan ciptaan melainkan bagian dari
Ruh Tuhan, itu sebabnya pada diri manusia terkandung sifat keTuhanan. Hawa
nafsu yang terkandung didalam Ruh manusia terdiri atas 4 (empat) level
(tingkat) yaitu :
1. MULHALAMAH
2. RODHIYAH
3. MARDHIYAH
4. KAMILAH
Demikian sedikit penjelasan metafisis soal ruh yang bagi
sebagian kalangan dianggap rahasia ini. Semoga ada manfaatnya. Rahayu…
PROBLEM seputar masalah YANG ADA merupakan problem yang
berat. Artikel ini bersandar pada teori YANG ADA dari khasanah Metafisika Islam
yaitu Mulla Sadra. Meskipun pendek, diharapkan agar bisa menjadi titik
pijak untuk memahami metafisika KESATUAN TUHAN atau WAHDATUL WUJUD yang
terkenal dengan tokoh-tokoh sufinya seperti Al Hallaj maupun Syeh Siti Jenar.
Dasar dari Filsafat adalah Metafisika. Metafisika dibagi
menjadi METAFISIKA UMUM disebut dengan ONTOLOGI, dan METAFISIKA KHUSUS yang
terdiri dari KOSMOLOGI, FILSAFAT MANUSIA atau ANTROPOLOGI METAFISIK dan
FILSAFAT KETUHANAN atau TEODICEA.
Di antara tema-tema METAFISIKA UMUM yang paling banyak
melahirkan kontroversi adalah problema YANG ADA. Sebab hakikatnya terasa ribet
dan ruwet. Hal ini lantaran YANG ADA merupakan sesuatu yang repot bila
didefinisikan, mengingat untuk mendefinisikan suatu objek, kita butuh sesuatu
yang lain yang lebih jelas dari objek itu sendiri. Sementara YANG ADA itu
adalah obyek sekaligus juga subyek karena kita ada didalam YANG ADA.
Menurut para filsuf, konsepsi YANG ADA sedemikian
terangnya, sehingga ia persis menyerupai matahari. Dan karena sedemikian
terangnya, ia tak mungkin bisa dilihat manusia. Demikianlah YANG ADA. Begitu jelasnya YANG
ADA, maka ia tak mungkin bisa didefinisikan lewat genus dan diferensia, yang
secara otomatis berarti harus lebih terang ketimbang YANG ADA itu sendiri.
Secara historis, tema YANG ADA menjadi tema fundamental metafisika
yang didiskusikan oleh hampir seluruh filsuf klasik sejak Thales di era Yunani
Kuno sampai Josiah Royce di era Modern. Namun harus digarisbawahi di sini bahwa
mereka masih sekadar menempatkan problematika YANG ADA sebagai bagian dari
tema-tema universalitas saja, sama seperti masalah-masalah universalitas yang
lain seperti problematika substansi dan aksidensi, unitas dan pluralitas, dan
sebagainya.
Sejak kehadiran Mulla sadra, lahirlah mazhab filsafat
EKSISTENSIalisme dalam komunitas Muslim. Namun, EKSISTENSIalisme Sadra sangat
berbeda dengan mazhab EKSISTENSIalisme seperti Kierkegaard, Jean Paul Sartre,
atau Heidegger.
EKSISTENSIalisme Islam adalah sebuah mazhab filsafat
metafisis yang murni. Tujuan utamanya adalah ingin mencari tahu dan bahkan ingin
sampai kepada YANG ADA SEBAGAIMANA YANG ADA yang sebenarnya (the Ultimate
Reality). Dengan demikian, nuansa metafisika YANG ADA dalam Islam lebih
bersifat teistik bahkan sufistik; sementara aliran filsafat EKSISTENSIalisme
barat sebagiannya condong pada ATEISME.
Untuk bisa memahami metafisika YANG ADA, ada baiknya kita
batasi pembahasan hanya pada teori Mulla Sadra tentang YANG ADA. Konsep Sadra
berdiri di atas tiga prinsip dasar yang sangat fundamental. Dengan memahami
ketiga prinsip ini, diharapkan kita akan dengan mudah memahami teori-teori
filsafatnya yang lain, baik yang berkaitan dengan kosmologi, epistimologi, dan
bahkan teologinya. Ketiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut: WAHDATUL
WUJUD (KESATUAN YANG ADA), TASYKIKUL WUJUD dan ASALATUL WUJUD. Kita akan
mengelaborasi ketiga prinsip ini secara sederhana.
Secara historis, teori WAHDATUL WUJUD pada mulanya adalah
teori yang disusun Ibnu Arabi. Ia lebih bernuansa sufistik ketimbang filsafat.
Banyak penafsiran telah diberikan tentang teori ini, dari yang sangat ekstrem
sampai moderat. Mungkin yang paling ekstrem adalah Ibnu Sab’in yang menyatakan
bahwa hanya TUHAN YANG EKSIS sementara selain Tuhan tak ada yang eksis. Ada lagi yang ekstrem
yang menyatakan bahwa SELURUH YANG BERWUJUD SELAIN TUHAN HANYALAH TAJALLIYAT
(MANIFESTASI) DARI ASMA’ DAN SIFAT-SIFAT TUHAN.
Namun Sadra melihat bahwa YANG ADA SEBAGAI YANG ADA
meskipun SATU, namun ia memiliki intensitas yang membentang dari yang nama YANG
ADA. Sifat YANG
ADA-nya TUHAN MUTLAK, sementara yang ada lain hanya bersifat YANG ADA DALAM
KEMUNGKINAN. Ia persis seperti matahari dan sinarnya. Matahari tentu berbeda
dengan sinarnya. Namun dalam masa yang sama, sinar matahari tiada lain adalah
matahari itu sendiri. YANG HARUS ADA berbeda dengan YANG MUNGKIN ADA.
Teori WAHDATUL WUJUD sebagai teori tentang YANG ADA
menekankan pada KESATUAN YANG ADA yang hadir pada segala sesuatu. Tuhan
MEMILIKI SIFAT YANG ADA, begitu juga dengan manusia, benda-benda mati. Apakah
YANG ADA setiap satu dari mereka sifatnya berdiri sendiri (self-subsistence)
atau justru ADA KARENA ADANYA YANG LAIN. Lalu kalau pilihannya adalah yang
kedua, apa beda antara YANG ADA-NYA TUHAN dengan YANG ADA selainnya? Lalu
bagaimana mungkin kita bisa membayangkan bahwa YANG ADA itu SATU, sementara di
dunia YANG ADA kita menemukan entitas-entitas yang sepertinya berdiri sendiri.
Lalu berapa jumlah YANG ADA?
Persoalan itu dalam metafisika dikenal dengan istilah
problem antara YANG SATU DAN YANG BANYAK. Pertama, ada yang disebut dengan
istilah composite existence dimana keberadaan entitas tersebut bergantung pada
unsur-unsur pokoknya. Segala sesuatu yang termasuk dalam kategori ini maka YANG
ADAnya pasti akan terbatas.
Kedua, the Simple Existent, di mana jenis YANG ADAnya tak
pernah bergantung pada unsur-unsur. Karenanya ia tidak pernah terbatas. YANG
ADA ini hanya milik TUHAN saja di mana YANG ADANYA merupakan WUJUD-Nya itu
sendiri. Simplifikasi jenis YANG ADA TUHAN ini disebut Sadra dengan istilah
basitul haqiqah kullu syaiy (bahwa YANG ADA yang bersifat sederhana adalah YANG
ADA yang mencakup seluruh entitas yang disebut “sesuatu”.) Karenanya mengikut
formula ini, YANG ADA manusia adalah bagian inheren dari YANG ADA TUHAN.
Prinsip WAHDATUL -WUJUD atau KESATUAN YANG ADA dalam
filsafat Sadra ini yang melihat KESATUAN YANG ADA terbentang lebar pada segala
apa yang disebut sebagai YANG ADA INDIVIDUAL sampai YANG MUNGKIN ADA yang
beraneka ragam dan bervariasi, sehingga YANG ADA memiliki sistematisasi.
Menurut aliran filsafat ESENSIALISME, ESENSI tak mengalami
perubahan. Yang berubah adalah instansi-instansi partikularnya. Ketika warna
putih mengalami intensifikasi warna, itu berarti bahwa warna dahulu hilang dan
lahir warna baru yang menggantikannya.
Sadra menolak teori ini. Mereka melihat bahwa suatu ESENSI
tidak pernah mengalami perubahan. Suatu ESENSI bisa saja memiliki wilayah
intensitas yang tak terbatas. Ketika warna putih mengalami intensifikasi, bukan
hanya ke-putih-annya yang tetap, bahkan “putih”nya juga tetap. Jadi semua yang
disebut ESENSI memiliki kapabilitas untuk menjadi “more or less”: semua manusia
bisa jadi “lebih” atau “kurang” manusia dari manusia lain. “Manusia” dan
“kemanusiaan” Muhammad saw lebih sempurna dari manusia dan kemanusiaan kita.
Ini adalah teori “MORE PERFECT AND LESS PERFECT” yang kemudian
dimodifikasi oleh Sadra. Pertama, prinsip ambiguitas ini dirubahnya dari
ambiguitas ESENSI menjadi ambiguitas dalam EKSISTENSI. Dengan kata lain, yang
mengalami graditas bukan ESENSI, tapi justru EKSISTENSInya. Kedua, teori
ambiguitas EKSISTENSI ini juga terjadi secara sistematis bukan sekadar
ambiguitas. Itu berarti, EKSISTENSI adalah sama bagi seluruh EKSISTENSI,
seperti EKSISTENSI Tuhan yang wajib dan makhluk yang mungkin, adalah sama
apabila dilihat dari sisi predikat EKSISTENSInya.
Meskipun predikat EKSISTENSI di atas sama namun setiap
EKSISTENSI tetap memiliki keunikannya tersendiri yang memisahkannya dari yang
lain. Seluruh bentuk EKSISTENSI yang lebih tinggi pasti mengandung bentuk
EKSISTENSI yang lebih rendah bahwa EKSISTENSI yang sederhana pasti mencakup
secara inheren segala EKSISTENSI yang berada di level bawahnya.
Dengan dasar prinsip di atas KESATUAN YANG ADA terpelihara
pada semua EKSISTENSI; namun keragamannya juga terpelihara. Ketika dua prinsip
di atas tak terbantahkan secara common sense, maka lahirnya prinsip YANG ADA
adalah sesuatu yang aksiomatis. YANG ADA berarti bahwa YANG ADA adalah prinsip
dari segala wujud yang ada. Lawan darinya adalah prinsip bahwa YANG ADA sekadar
asumsi akal. Perbedaan kedua prinsip ini secara historis telah lahir jauh
sebelum munculnya Sadra, seperti yang dapat kita simak dari teori-teori Farabi,
Ibnu Sina, bahkan Aristoteles.
Sesuatu memerlukan YANG ADA agar ia bisa eksis. Tanpa YANG
ADA, suatu hal tidak akan pernah bisa berEKSISTENSI, suatu YANG ADA tidak akan
bisa memperoleh partikularisasinya di dunia YANG ADA. Teori dualitas antara
YANG ADA ini kemudian ditolak secara tegas oleh pekikir Islam lain, Suhrawardi.
Menurut Suhrawardi, apa yang kita lihat sebagai EKSISTENSI di dunia YANG ADA
adalah YANG ADA itu sendiri. Sebab, apabila kita terima teori itu, maka YANG
ADA itu sendiri akan memerlukan YANG ADA lain yang bisa memberinya EKSISTENSI;
demikianlah seterusnya sehingga ia tak akan berakhir atau mengalami regresi
yang infinitum.
Lebih jauh ia mengatakan bahwa suatu YANG ADA yang konkrit
tiada lain adalah sebuah fakta bahwa itu adalah YANG ADA itu sendiri. Sehingga
kalimat YANG ADA tiada lain kecuali abstraksi akal semata-mata.
Sadra yang EKSISTENSIALIS dan yang berusaha maksimum untuk
mensintesiskan kedua aliran ini menolak pendapat Suhrawardi. Baginya yang riil
adalah YANG ADA, sementara ESENSI adalah abstraksi mental semata-mata. YANG ADA
bukan hanya lebih prinsipiil atau sekadar fondasi bagi seluruh YANG ADA, namun
ia adalah YANG ADA itu sendiri. Sebab sifat YANG ADA yang paling fundamental
yakni SEDERHANA dan berkarakter MENYEBAR ke dalam seluruh celah-celah apa yang
disebut sebagai EKSISTENSI.
Dan EKSISTENSI yang ada di hadapan kita tidak lebih
pembatasan-pembatasan yang mempartikulasikan bentangan YANG ADA itu sendiri.
Ketika kita melihat di dunia YANG ADA ini ADA, misalnya, kursi, meja, si Amir,
kuda, dan sebagainya, maka entitas-entitas itu “membelah” dari bentangan YANG
ADA.
Akhirnya, secara teologis, konsep YANG ADA dari Mulla Sadra
di atas mengajak kita memahami makna the ULTIMATE REALITY di mana ADA-NYA TUHAN
memiliki sifat partikular juga menyatu dalam maknanya yang sangat unik.
Meskipun WAHDATUL WUJUD atau YANG ADA ITU MENYATU namun tidak terjebak pada
teori PANTEISME, karena YANG ADA entitas-entitas selain-Nya juga tetap
terpelihara. Itulah yang dimaksudkan firman Allah “AKU LEBIH DEKAT DENGANMU
DARIPADA DIRIMU SENDIRI.”
Kapan pencerahan spiritual itu datang? Datangnya
pencerahan spiritual itu tidak disangka-sangka. Bisa saat kita naik sepeda
motor, bisa saat naik angkot, bisa saat duduk melamun, bisa saat mandi, bisa
saat tertidur nikmat, bisa di saat apapun…bahkan saat menginjak hak-hak orang
lain!
Pencerahan spiritual adalah momentum singkat, padat, jelas,
gamblang dan tanpa bisa direkayasa oleh otak kita. Justeru ketika kita sudah
merencanakan agar Tuhan berkenan memberikan pencerahan spiritual, malah kita
tidak mendapatkan apa-apa.
Cahaya itu datangnya sekelebat, lalu menguap dan menghilang
dalam waktu cepat pula. Mengalami kejadian cepat ini, perlulah kita abadikan.
Kita tulis, kita ingat-ingat, kita rekam memakai alat apapun agar jangan sampai
terlewatkan. Kenapa? Eman, sayang bila sesuatu yang benar-benar petunjuk-Nya
itu datang lantas kita abaikan begitu saja.
Membahas soal momentum BYAR atau PENCERAHAN ini saya ingat
sebuah tradisi Buddisme Zen. Dalam Zen pencerahan disebut dengan SATORI. Satori
didapatkan melalui pengalaman batin pribadi. Bahkan yang menarik, dalam tradisi
Zen ada latihan untuk mencapai satori dan diajarkan dalam kuil. Yaitu menerjemahkan
teka-teki yand ada disekitar kita.
Menurut pandangan tradisi Zen, pencerahan atau satori ini
sama dengan mendapatkan KILATAN SURGA yaitu momentum saat batin kita mengalami
kesadaran kosmik yaitu sebuah “Ledakan Besar” yang tidak disangka-sangka.
Ya, Saat yang ditunggu-tunggu itu datang tanpa permisi dan
pergi tanpa pamit. Ia hadir sekilas, lantas kemudian pergi setelah kita
menerimanya. Bila kita ingin perjalanan spiritual kita meraih kesempurnaan demi
kesempurnaan, sudah pada tempatnya kita niteni saat momentum pencerahan
spiritual itu datang. Sebab SETIAP MENDAPAT PENCERAHAN, ITU SAAT TUHAN MEMBERI
PENGAJARAN-PENGAJARAN.
Niteni adalah bahasa Jawa yang artinya awas dan teliti
dengan hal-hal kecil yang ada di dalam diri kita dan di luar diri kita. Konon
kata leluhur, DALANE WASKITA SAKA NITENI. Artinya cara untuk menjadi orang yang
Waskita adalah dengan cara awas dan teliti. Niteni apa? Ya karena kita biasa
menggunakan indera mata dan telinga, maka kita mulai dulu dengan niteli hal-hal
kecil yang bisa dilihat dan bisa didengar.
Bila ini dilakukan pun, kita sebenarnya sudah mendapatkan
banyak kawruh atau pengetahuan. Dulu, orang berlayar hanya dengan niteni rasi
bintang di langit. Petani dulu memulai bertanam dengan niteni perubahan
fenomena alam. Misalnya, saat muncul suara serangga garengpung di malam hari
maka orang niteni itu adalah saat memasuki musim pancaroba atau pergantian
musim.
Lantas, bila perjalanan spiritual kita sudah memasuki
wilayah kebatinan maka kita perlu niteni apa yang kita rasakan. Mulai niteni
kapan kita sedih, kapan kita senang, kapan rasa sayang tumbuh, kapan rasa benci
datang. Kapan tangis hati terenyuh, kapan ego berkobar-kobar. Ini tahap dimana
tuhan menyapa kita dengan bahasa batin-Nya.
Selanjutnya, bila perjalanan spiritual dilanjutkan ke tahap
yang lebih tinggi dimana kita sudah mampu mengendalikan berbagai rasa yang
muncul tadi, maka kita akan memasuki wilayah percintaan dengan Tuhan. Inilah
saat yang mendebarkan karena kita harus siap diuji dengan ujian yang tidak disangka-sangka.
Tiba-tiba Anda dituduh selingkuh, tiba-tiba Anda difitnah
telah memperkosa isteri tetangga, tiba-tiba Anda dituduh membunuh orang lain,
tiba-tiba Anda dituduh berbuat makar dan seterusnya. Anda harus diadili di
pengadilan dan masuk penjara, kita disingkirkan dari pergaulan masyarakat
dan sebagainya.
Ingat bagimana AA Gym dituduh memperturutkan hawa nafsu
karena menikah lagi? Ini fase dimana Tuhan memberi soal ujian pada kita. Tidak
sekedar menyapa.
Setiap ujian ada hasilnya. Ujian disesuaikan dengan
kemampuan kapasitas dan kompetensi sang siswa. Siswa yang dinyatakan lulus
adalah siswa yang mampu menempuh ujian dengan nilai 100 s/d 70. Nilai di bawah
itu dinyatakan tidak lulus dan diwajibkan mengulanginya. Ini tentu ujian yang
berat dan gawat. Setelah lulus ujian berat tersebut, kita akan diuji lagi
Tahap selanjutnya adalah saat kita diuji komitmennya untuk
berjuang untuk kemanfaatan sosial. Bagaimana kita mampu menegakkan yang kita
anggap benar sesuai dengan iradat-Nya. Yang membikin repot, saat itu masyarakat
juga bereaksi dengan reaksi yang hampir seragam: tuduhan sesat, kafir dan
musyrik, ngowah-owahi adat akan kita dapatkan. Aneh, memang sebab perintah itu
diluar kendali Anda. Tiba-tiba Anda diperintah begitu saja tanpa alasan!!!
Saat itu, ujian Anda sama dengan para avatar tau para nabi.
Mereka juga mengalami fase tuduhan-tuduhan sesat itu. Siapapun yang melalui
jalan ini, akan mengalami hal yang sama. Saat itu kita bahkan dituduh gila
karena sudah dianggap tidak mampu menjaga harkat dan martabat diri. Ini fase
dimana nabi Musa disuruh berguru pada Khidir….. tanpa boleh menggunakan akal
lagi. Hanya ikut dan manut titahing Gusti.
Kemudian, apa yang terjadi setelah berbagai tahap ini
dijalani? Anda telah menyelesaikan serangkaian pengajaran-pengajaran Tuhan.
Semua kurikulum telah Anda lahap habis. Semua SKS telah Anda telan, ujian
demi ujian telah diselesaikan dan terakhir adalah ujian pendadaran pun telah
Anda jalani.
Maka Anda berhak untuk diwisuda dan berbahagia telah
dijadikan utusan-Nya, setara dengan para nabi atau avatar. Karena itulah saat
terindah dalam hidup kita. Diwisuda di kampus saja senangnya minta ampun,
apalagi diwisuda Tuhan Maha Penguasa Segala Yang Ada? Anda adalah tokoh pejuang
kemanusiaan yang tidak akan mengalami kematian dan menjadi cahaya abadi
sepanjang masa.
Ajaran hidup menuju kesempurnaan hidup lahir batin
harus terus dijalani untuk mencari kemudian menemukan pengetahuan sejati
tentang kenyataan mutlak (NGUDI KAWRUH KASUNYATAN). KAWRUH KASUNYATAN itu
kemudian hendaknya dihayati dalam satu kesatuan sistem pemahaman sehingga
pemahaman kita tidak bercerai berai…
Apakah hakikat menuntut ilmu? Apakah hanya bermakna
membolak balik dan ‘menthelengi’ buku-buku, membaca kitab-kitab (baik garing
maupun teles), merenungkan fakta demi fakta yang kita alami saja? Kalau
jawabannya “iya” berarti kita pikiran kita masih seperti pikirannya anak-anak.
Pikiran yang lebih maju dan lebih lengkap pasti tidak
seperti itu. Harusnya kita melanjutkan pemahaman-pemahaman mitologis yang
terpelihara di dalam gudang data pengetahuan di kepala kita dengan cara lebih
kritis lagi.
Setelah kita membaca atau merenung harus diteruskan dengan
mengolah diri. Bila membaca bersifat pasif: menerima bahan-bahan ajaran, maka
mengolah diri bersifat aktif: membuktikan apakah ajaran yang disampaikan para
cerdik cendekia itu memang mengandung kebenaran-kebenaran atau justeru
mengandung kesalahan. Berarti seorang pencari ilmu harus berani untuk
‘nglakoni’ atau ‘memulai perjalanan laku.’
Di JAwa ada istilah GURU BAKAL dan GURU DADI. Bila GURU
BAKAL menunjuk pada pelajaran-pelajaran, buku-buku, ceramah-ceramah atau data-data
mentah. Maka GURU DADI-nya adalah MULATSARA DIRI (mengolah diri).
Sudah banyak dipaparkan bagaimana ajaran cara mengolah diri
agar kita mampu untuk menjalani hidup ‘sangkan paraning dumadi’ mulai dari
bayi, masa kanak-kanak, dewasa, masa tua. Bahkan saat menuju ajal datang pun
ada ajarannya. Bahkan sudah terlalu banyak kita dijejali oleh berbagai ajaran
hidup menuju kesempurnaan, tinggal apakah kita siap untuk ‘Mulatsara Diri’.
Ajaran hidup menuju kesempurnaan hidup lahir batin harus
terus dijalani untuk mencari kemudian menemukan pengetahuan sejati tentang
kenyataan mutlak (NGUDI KAWRUH KASUNYATAN). KAWRUH KASUNYATAN itu kemudian
hendaknya dihayati dalam satu kesatuan sistem pemahaman sehingga pemahaman kita
tidak bercerai berai. Kita hendaknya bisa menyusun fakta demi fakta yang kita
alami dalam hidup dengan hati-hati. Ini memerlukan KEHALUSAN PERASAAN,
INTENSITAS KEMAUAN dan TINGKATAN-TINGKATAN OLAH RASA.
Dalam SERAT MADU RASA karangan Ki Soedjonoredjo, ada dua
tingkat olah rasa.
Tingkat pertama, MADU BASA yang meliputi sopan santun, tata
cara, adat istiadat. Intinya adalah bagaimana kita menyusun
pengetahuan-pengetahuan lahir atau tata ‘bahasa’ agar mendapatkan ‘kemanisan
madu’
Tingkat kedua, MADU RASA yang meliputi tepa sarira,
tepa palupi, unggah ungguh, eguh-tangguh, tuju-panuju, empan-papan,
kala-mangsa, duga-prayuga, lambe-ati. Kemanisan rasa yang dialami pada
tingkat kedua ini lebih mendalam, lebih asyik dan berlangsung dalam waktu yang
lebih lama dari tingkatan kedua dan sangat-sangat menyenangkan.
Menurut Ki Soedjonoredjo, ada 13 macam ‘kesenangan’ untuk
NGUDI KAWRUH yaitu:
1. Dalam hal mencari keterangan, tanda-tanda atau urusan,
kesenangan yang diperolehnya sepanjang jalan seperti kesenangan agen ‘telik
sandi’ yang yang mencari ‘SISIK MELIK’.
2. Terpeliharanya DAYA RASA seperti petani yang memelihara tanaman dengan penuh
kegembiraan namun belum menemukan hasilnya, yaitu WATAK.
3. Dalam hal melatih PANCA INDERA, kesenangan yang kita peroleh seperti
kesenangan joki saat melatih kuda atau seperti pawang melatih gajah, atau
kesenangan guru mendidik anak didiknya.
4. MENABUNG DAYA GAIB; kesenangan yang diperolehnya seperti menabung uang, atau
pada waktu ditemukannya pedoman-pedoman tertentu sama seperti tukang kayu
memperoleh tatah, bur, jangka, penggaris.
5. MENGURAI DAN MENYUSUN DAYA BATIN. Apabila diperoleh rasa dan daya baru, rasa
baru itu diolah lagi dan diperhalus lagi. Misalnya untaian ratna. Kesenangan
seperti itu sama sekali tidak terhingga, kecuali oleh yang sudah mengalami.
6. MEMBAGI, MENGATUR, MENYUSUN PIKIRAN DAN DISELARASKAN DENGAN RASA dan bisa
menghasilkan karya yang indah.
7. MENJUMBUHKAN RASA YANG BERMACAM-MACAM, diatur menurut urutan tingkatan,
diselaraskan sehingga tercapai rasa yang indah. Seperti juru masak yang ahli
meracik masakan. “Rasa kang sumingit ana layang kikidungan anggitane
para linuwih apa dene kang ana ing candi, wayang, gamelan, pakem lan
liya-liyane, kabeh wujud gugubahan utawa oncen-oncen (anyar) kang banget
endahe. Rasa kang digubah pada maujud ana ing kaalusan, dadi rerenggan
sajroning gaib, kang ora kena kinaya ngapa endahe”
8. Orang yang sedang NGELMU dengan penuh ketekunan akan merasakan dan
memperhatikan kemajuan yang dicapai, selalu MENDAPAT PETUNJUK DARI PRIBADINYA
SENDIRI. Kesenangannya seperti anak sekolah, rasa dan budinya seperti guru,
alam semesta ini sebagai pelajaran. “Kabeh pada aweh pitutur marang
kang ahli sasmita: kaya-kaya sarupaning kang tumuwuh pada muni dewe-dewe, sarta
unine laras kaya gending kang banget kepenake”
9. Penuntut ngelmu akan gemar berbuat baik kepada sesama. Tumbuh niatnya
seperti itu dari kehendak yang luhur dan niat itu akan memperbesar DAYA
KELUHURAN. Hasilnya langsung akan mengenai diri pribadinya juga; yaitu
lenyapnya penyakit watak dan tumbuhnya perasaan dan budi yang luhur.
10. Penuntut ngelmu mempunyai kesenangan seperti pengadu ayam, jangkrik,
permainan. Sebab setiap hari selalu menghayati PERANGNYA ANASIR-ANASIR BAIK
BURUK. Apabila yang buruk dikalahkan yang baik, kepuasannya melebihi pengadu
ayam sebab ia memperoleh ganjaran berupa: DAYA HALUS. Sedangkan pemain ayam
asuan hanya memperoleh uang.
11. Penuntut ngelmu yang gentur/gigih mempelajari RAHASIA KEHIDUPAN juga
memiliki kesenangan yang sama dengan kesenangan raja yang berperang menaklukkan
negara lain. Yaitu bila kekuatan “setan” dikalahkan oleh unsur ILAHIAH pada
pribadi kita.
12. Orang yang ngelmu pelajaran kebijaksanaan hidup juga mempunyai kepuasan dan
rasa bebas seperti orang yang berhasil melenyapkan KLILIP atau kotoran di
pelupuk mata, atau belenggu yang mengganggu perjalanan hidup. Dia terbebas dari
ikatan KECANDUAN DUNIA dan RASA BEBAS DARI KEKANGAN. Seperti anak yang tidak
lagi menangis karena disapih.
13. Ahli ngelmu mengerti dengan jelas bahwa berbuat baik sangat besar
manfaatnya untuk dijalankan. Misalnya kita kehilagan 2 sen dan dapat ganti 100
rupiah, menanam satu biji kelapa dapat hasil banyak dan terus-terusan bagi
orang yang AHLI RASA. Mengerti saja sudah senang seperti memperoleh keuntungan
yang besar, sebab kenyataannya tidak banyak orang yang menghayati
kalimat-kalimat ‘mandes’ hingga ke lubuk hati: “KANG AKEH MUNG
KUMAMBANG DIANGGO KEMBANG LAMBE, ORA BISA YAKIN SAJRONING ATI. APA MANEH
PANGERTI BAB RASA TRESNA MARANG DAT, DADI WOT MARANG SEGARA RAHMAT. MANUNGSA
KANG BISA NGREGANI MARANG PANGERTI KANG SAMAR IKU NGRASA NEMU KANUGRAHAN GEDE,
SUKA SUKURE NGUNGKULI KANG NEMU EMAS”
Berapa jarak antara Tuhan dengan manusia? Di dalam
kitab suci disebutkan sangat dekat. Berapa dekat? “Aku lebih dekat dari urat
leher kalian…”atau dimana saja kalian menghadap disitu wujud wajah-Ku ….dan Aku
Maha Meliputi Segala Sesuatu.”
Itu berarti TUHAN TIDAK BISA DILIHAT HANYA DARI SATU DIMENSI SAJA, AKAN TETAPI
TUHAN MERUPAKAN KESEMPURNAAN WUJUD-NYA
Sangat jelas sekali bahwa Tuhan menyebut dirinya “AKU” BERADA MELIPUTI SEGALA
SESUATU, dan DIMANA SAJA ENGKAU MENGHADAP DISITU WAJAH-KU BERADA!!!
Jawaban Tuhan ini begitu lugas dan DIA tidak merahasiakan
sama sekali wujud-Nya. Namun dimana? Apakah Tuhan MAHA PEMBOHONG dengan
firmanNya ini? Mampukah akal kita menjangkau pernyataan Tuhan yang sedemikian
gamblang itu dengan akal?
Yang hebat adalah para ilmuwan fisika. Justeru dari
kajian-kajian merekalah, kita mendapatkan referensi tentang pernyataan Tuhan
yang bagi kita sangat metafisis dan berada pada wilayah KEYAKINAN BELAKA. Bagi
kaum fisikawan modern, Tuhan tidak boleh sekedar dipercaya melainkan harus bisa
dipetakan dalam rumus-rumus sehingga HARUS BISA DIBUKTIKAN.
Mari kita membuka literatur-literatur ilmu fisika dan
mengolah sedikit nalar dengan pendekatan ala fisikawan untuk menelusur
keberadaan Tuhan yang katanya LEBIH DEKAT DARI RASA DEKAT INI.
Kita mulai dengan penalaran sederhana: Bila diandaikan
bahwa SATU INTI ATOM ini diperbesar sebesar bola golf, maka dia akan memiliki
kulit atom 1 kilometer jauhnya, kulit kedua 4 km dan kulit ketiga 9 km.
Sehingga apabila diteruskan maka alam semesta ini lebih banyak KOSONG-nya.
KOSONG adalah keadaan tanpa ada apa-apa, materi=nol +
energi=0. Diameter jagat kita katanya mencapai 100 milyar tahun cahaya = 100
milyar x 300,000 km/detik x 365 hari x 24 jam x 60 menit x 60 detik = silahkan
dihitung sendiri. Ada
yang menghitung bahwa kepadatan masa alam semesta adalah satu per 10 pangkat 26
kg/m3. Dalam sebuah kotak sejuta km x sejuta km x sejuta km cuma ada 1 kg
materi kira-kira sekepal logam. Logam inipun mengandung KOSONG dan jika kita
remas sampai sebiji kedele. Kesimpulannya, alam semesta ini sesungguhnya
didominasi oleh yang KOSONG.
Apakah gerangan KOSONG itu? KOSONG TAK ADA PENCIPTANYA DAN TAK ADA PENYEBABNYA. KOSONG SUDAH ADA SEBELUM ADA EKSISTENSI. KOSONG
ITU TANPA AWAL TANPA AKHIR. DILUAR BATAS JAGAT YANG ADA ADALAH KOSONG. KOSONG ADA DI DALAM JAGAT. KOSONG ADA DI DALAM SETIAP MATERI. SEJAK KITA MASIH
BERUPA SEL SAMPAI MENINGGAL KITA TAK PERNAH BERPISAH DARI KOSONG.
KOSONG ADA
DIMANA-MANA,
MAHA ADA DAN
MAHA HADIR.
KOSONG adalah Maha Besar karena biarpun misalnya jagat
mekar sampai triliunan kali, selalu saja di luarnya ada KOSONG dan di dalam
volume KOSONG akan mendominasi. Sebaliknya, apa yang terjadi jika jagat ini diremas
agar tak ada KOSONG dalam jagat? Maka masa jagat menjadi sangat sangat besar,
elektron menyentuh inti atom dan yang terjadi adalah kekacauan dan akhirnya,
BLARR….meledak!!!!. KOSONG tidak bisa ditiadakan. KOSONG tidak bisa tidak HARUS
ADA.
KOSONG memiliki sifat-sifat TUHAN: tak ada penciptanya, tak
ada penyebabnya, tak ada batasnya (infinite), kekal, abadi, tak bisa
dihilangkan, ada dimana-mana, ada didalam jagat ada diluar jagat, ada manunggal
dengan jagat. KOSONG tidak berwarna, tidak berbau, tidak berbobot dan tidak
bergerak. Demikian kecilnya jagat sehingga ibarat sebutir debu di padang pasir Biarpun debu
beterbangan, KOSONG tetap tak bergerak.
Dulu orang mengira KOSONG itu tidak ada materinya,
belakangan ketahuan ada materi-KOSONG dan energi-KOSONG. Materi KOSONG tidak
bisa terdeteksi oleh indra bahkan dengan bantuan alat (teleskop x-ray dan
infra). Dari mana orang tahu bahwa materi-KOSONG ini ada? Dari perhitungan
sebuah galaksi bisa dihitung masanya. Ketika sudah ketemu angkanya tidak klop
dengan perputaran galaksi. Tidak klopnya bukan hanya 10-20%, tetapi 400%, maka
orang pun curiga bahwa ada materi-KOSONG menyelimuti jagat.
Ketika terjadi tabrakan antara dua galaksi kelihatan.
Akibat tabrakan ini materi KOSONG ikut terbakar dan cahayanya lain dengan
materi biasa. Yang berwarna kebiruan adalah materi-KOSONG.
Materi KOSONG mempengaruhi gravitasi tetapi tak terpengaruh
oleh elektromagnetik sehingga tidak memantulkan cahaya dan akibatnya tidak
terdeteksi. Materi KOSONG berinteraksi lemah dengan materi biasa. Belum jelas
apakah materi-KOSONG ini memiliki karakteristik sama dengan materi biasa. Yang
jelas ternyata masanya lima
kali lebih banyak dari materi biasa.
Dulu orang berpendapat bahwa jagat ini statis termasuk
Einstein. Belakangan orang yakin bahwa jagat mengembang semakin lama semakin
semakin cepat. Apa artinya? Ada
energi yang mendorong! Energi ini karena energi-KOSONG. Setelah dihitung
ternyata jagat ini 73% energi KOSONG + 23% materi KOSONG = sudah 96%. Gas-gas
antar galaktika yang didominasi Helium dan Hidrogen 3.6%. Sisanya barulah
bintang, planet, dan massa
padat.
Dari dua tesis ini orang mengira bahwa yang kita pahami
sebagai KOSONG tidak benar-benar KOSONG. Adalah fisikawan John Baez telah
menghitung berapa kandungan energi pada suatu KOSONG. Hasilnya adalah beberapa
kemungkinan. Kandungan energi KOSONG bisa: (1). NOL, (2). KECIL SEKALI
MENDEKATI NOL (3). TAK BERHINGGA, (4). BESAR SEKALI TETAPI BERHINGGA, (5). TAK
BISA DIHITUNG.
Dari lima
kemungkinan itu, yang paling masuk akal adalah nomor 2+5. Partikel subatomik
tiba-tiba muncul dan tiba-tiba menghilang tanpa bisa ditebak. 1+1 bisa = 2,
bisa = 0, bisa = 3, bisa =4, dan seterusnya. Bagaimana bisa dihitung? Maka
suatu KOSONG bisa memiliki kandungan energi dalam semua kemungkinan. Bisa kecil
sekali, sampai besar sekali. Artinya yang kita pahami sebagai KOSONG belumlah
betul-betul KOSONG sebab KOSONG haruslah materi+energi+YANG TIDAK DIKETAHUI=
nol.
Partikel subatomik itu ada banyak sekali, ada yang nyata
terdeteksi pirantinya ada yang materi hipotesis, artinya belum jelas apakah
materi itu benar-benar ada. Partikel elemeter misalnya FERMION, QUARK, LEPTON,
GLUON, BOSON. Ada
pula yang berupa gabungan partikel seperti HADRON (PROTON+NUTRON), BARYON,
MESON.
Salah satu partikel hipotesis itu ada yang namanya HIGGS
BOSON, yang kadang dinamakan PARTIKEL TUHAN, HIGGS BOSON adalah partikel dalam
KOSONG yang menyebabkan partikel subatomik memiliki bobot. Yang kita pahami
sebagai KOSONG sebenarnya isi yaitu medan
Higgs. Dalam analogi, PARTIKEL ADALAH IBARAT ORANG BERJALAN DALAM LUMPUR, QUARK
ADALAH PERENANG DI DALAM LUMPUR. QUARK ADALAH IBARAT ORANG BERENANG DENGGAN
PAKAIAN MUKENA. ELEKTRON ADALAH DENGAN TOPLESS DAN PROTON ADALAH BELUT. MAKA
MEDAN HIGGS ADALAH SEBUAH LAUTAN YANG MENYEBABKAN PARTIKEL PUNYA MASA DAN
AKHIRNYA MUNCUL HUKUM GRAVITASI.
Di Eropa para ilmuwan mengadakan percobaan raksasa namanya
Large Hadron Collider (LHC). LHC adalah ring pipa-pipa dengan diameter 27 km
terpendam di perbatasan Prancis dan Swis. Dalam ring ada hadron, dalam hal ini
proton, ditabrakkan pada kecepatan cahaya. Sehabis ditabrakkan, diselidiki
apakah benar ada “partikel terkutuk”. Jika benar kesimpulannya adalah tak ada
KOSONG. Yang kita pahami sebagai KOSONG adalah sebuah lautan yang menyebabkan
partikel subatomik memiliki masa sekaligus wujud sebagai eksistensi. Jika tak
terbukti? Semua teori yang bertumpu pada “partikel terkutuk” ini akan ambrol.
Barangkali juga bahwa dalam KOSONG tak hanya ada partikel
Higgs tetapi ada yang lain. Barangkali KOSONG = X% KOSONG + Y% YANG TIDAK
DIKETAHUI, dimana partikel Higgs adalah anggota YANG TIDAK DIKETAHUI. Jika
benar YANG TIDAK DIKETAHUI ada, justru KOSONG yang harus dibuktikan ada. Untuk
sementara anggaplah KOSONG justru yang tidak ada, yang ada adalah si YANG TIDAK
DIKETAHUI. YANG TIDAK DIKETAHUI sudah ada sebelum apapun eksis, bahkan sebelum
Bigbang. YANG TIDAK DIKETAHUI adalah sumber energi dan materi, baik yang tampak
maupun yang KOSONG. Diantara inti atom dan elektron bukan ada KOSONG tetapi ada
YANG TIDAK DIKETAHUI.
YANG TIDAK DIKETAHUI memenuhi syarat untuk disebut SANG
PENCIPTA karena tak ada yang menciptakan, tak ada yang menyebabkan, tak ada
awal, tak ada akhir, menjadi penyebab awal terjadinya jagat, CAUSA PRIMA. tak
berbentuk, ada dimana-mana, tidak bisa dimusnahkan, tidak bisa dihilangkan, ada
di dalam jagat, ada diluar jagat, ada dalam diri manusia, maha besar, dst.
Apapun isi YANG TIDAK DIKETAHUI itu bisa kita sebut TUHAN
sepanjang definisi TUHAN adalah yang menyebabkan jagat ini eksis, lepas dari
terjadinya jagat karena sengaja atau tidak. Tetapi TUHAN yang seperti ini
bukanlah Tuhan Antromorphis — yang punya kehendak, punya emosi, dan tiba-tiba
bisa mencipta, minta disembah, menawarkan surga, mau menghukum yang tak
percaya, tanpa alasan yang rasional.
Siapa atau apa si YANG TIDAK DIKETAHUI belum sepenuhnya
terbuktikan. Statusnya masih membingungkan. Tetapi paling tidak, ada
upaya-upaya pencarian bukti-bukti keberadaan-Nya. Berbeda dengan mistisme dalam
tradisi keyakinan dan agama. Ada
yang bertapa dibawah Bodhi lantas, SUWUNG. Ada yang bertapa di gunung Sinai lantas,
SUWUNG. Ada
yang bertapa di gua hira lantas, SUWUNG. Sesudahnya tak ada upaya apapun untuk
membuktikan dan hanya PERCAYA.
Kaki Manusia menapak dari satu KESALAHAN ke KESALAHAN yang
lainnya. Dulu dikiranya bumi datar, dikiranya matahari mengelilingi bumi,
dikiranya jagat itu statis, dikiranya ekspansi jagat melambat, dikiranya KOSONG
ternyata ada materi dan energi KOSONG. Sekarang proyek LHC yang harganya 10
miliar dollar ingin membuktikan bahwa KOSONG itu ada Higgs Boson. Jika ilmuwan
benar, maka yang dulu kita sebut KOSONG adalah SUMBER DARI EKSISTENSI yang kita
sebut saja si YANG TIDAK DIKETAHUI.
Lantas ada yang bertanya, siapa yang menciptakan si YANG
TIDAK DIKETAHUI? YANG TIDAK DIKETAHUI masih membingungkan karena tidak bisa
membuktikan tak ada penciptanya. Tetapi paling tidak manusia sudah mendekati
JANTUNG SUMBER EKSISTENSI. Barangkali juga manusia tidak pernah bisa.
Kontroversi kedua adalah bagaimana eksistensi terjadi?
Misalnya ada yang berpendapat bahwa terjadinya jagat adalah karena proses yang
tidak disengaja. Ada
pula yang berpendapat ketidaksengajaan itu adalah INTER KONEKSI dan INTER
REAKSI sehingga yang terjadi selanjutnya adalah konsekuensi dari peristiwa yang
mengawali. Bukan karena adanya INSINYUR PERANCANG JAGAD.
Ada sebuah kisah saat seseorang berfantasi tentang Tuhan yang maha
tahu. Karena mahatahu ia menjadi bosan karena semua peristiwa sudah
diketahuinya. Ibarat nonton video ribuan kali, akhirnya bosan. Akirnya dia
bunuh diri dengan meledakkan diri. Persis seperti bom bunuh diri. Maka tuhan
hancur berkeping-keping.
Menurut kisah ini, tuhan yaitu alam semesta ini dianggap
sedang memulihkan diri. Semakin lama semangkin cerdas semakin memiliki
kesadaran yang tercermin dalam diri manusia. Tuhan mungkin juga sedang
reinkarnasi atau bermetamorfosis seperti kupu.
Namun, Tuhan jelas tidak akan punah karena Tuhan bukanlah
hanya Sang Pencipta. Tuhan juga sebagai psikolog bagi yang jiwanya merana.
Teman untuk sumber harapan sesudah mati, teman untuk dijadikan kambing hitam
atas peristiwa buruk yang dialami, teman yang bisa dijadikan pembenaran atas
tindakannya. Teman yang diharapkan agar bisa membalas sakit hatinya atas
ketidakadilan yang ia rasakan.
JIKA ADA
SATU JUTA ORANG, BARANGKALI ADA
SATU TUHAN YANG BENAR-BENAR DITEMPATKAN SEBAGAI TUHAN SEJATI. YANG JELAS,
KEBANYAKAN LAINNYA KEMUNGKINAN BESAR ADALAH MENEMPATKAN TUHAN SEBAGAI TEMAN
KHAYALAN. TEMAN UNTUK DICINTAI, DIHORMATI, BAHKAN DITAKUTI.
MAKA, ANDA AKAN DIJADIKAN APA TUHAN SEKARANG?
Kalau
DIA menghendaki, cukup berkata KUN FAYAKUN. Termasuk memberi petunjuk dan
pembelajaran kepada kita tanpa perantara melalui media telepon dan SMS.
Assalamualaikum
sedulurku semua…
Sebelum membaca larik-larik kalimat di bawah ini, marilah kita sisihkan
terlebih dulu perbendaharaan pengetahuan yang sudah kita miliki sebelumnya.
kita singkirkan dulu kitab-kitab yang sudah pernah kita baca. kita singkirkan
kepercayaan kita yang sudah kita lekatkan pada hati sanubari kita. hanya untuk
sementara saja.
Pada
kesempatan yang mulia ini, marilah kita baca—kita resapi—kita nikmati sajian
yang tersuguhkan secara apa adanya. Tidak perlu melakukan penilaian, apalagi
membanding-bandingkan dengan pengetahuan yang pernah kita kumpulkan semasa kita
hidup. Kita pasrah dan ikhlas saja menerima sesuatu yang barangkali baru. Namun
sebenarnya, hal-hal seperti ini bukanlah hal baru khususnya bagi yang sudah
“sampai pada tahap perjalanan spiritual tertentu.” Bagi yang belum “sampai pada
tahap perjalanan spiritual tertentu” bisa jadi penjelasan-penjelasan di bawah
ini terasa janggal dan tidak masuk akal.
Kami sangat memahami dan
menyadari bahwa soal-soal seperti ini memang terasa tidak masuk akal. Padahal
sebenarnya, tidak ada yang tidak masuk akal bila diri sendiri sudah pernah
mengalaminya. Mungkin terasa tidak masuk akal karena kita belum mampu
menghubung-hubungkan satu perkara dengan perkara lainnya. Rasio atau akal kita
memang sangat terbatas. Dengan keterbatasan akal kita inilah dunia dan
peradaban kita terbentuk sedemikian rupa sehingga apa yang terasa tidak masuk
akal tidak mendapat tempat. Dunia berkembang menjadi sebuah wahana dimana akal
didewa-dewakan. Sementara apa yang terasa tidak masuk akal ditolak dan
dienyahkan. Pada akhirnya dunia dan peradaban menjadi dangkal dan kasar. Kita
semua pasti merasakan hal ini meski kita tidak mampu untuk mengungkapkannya.
Sebelumnya, kita sudah mengenal
bahwa para leluhur kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan kita dengan
berbagai cara. Ada
yang langsung bisa kita temui dalam wujud dan sosok manusia seperti wujud kita.
Ada yang hanya
bisa berkomunikasi dengan kita melalui mimpi. Ada yang meninggalkan pesan melalui
benda-benda pusaka sehingga kita diharapkan bisa mencerna maknanya. Ada pula yang sangat
jelas dan riil yaitu melalui telepon dan SMS. Tidak hanya para leluhur yang
berkomunikasi dengan cara demikian, namun juga “DZAT”.
Apakah DZAT itu? Kalau sejak
kecil kita dididik ilmu agama maka kita mengenalnya dengan beragam istilah dan
bahasa. Bisa Allah SWT, Tuhan, Hyang Widi Wasa, Sang Hyang Manon, God, dan
sebagainya. Apapun istilahnya, tetap menunjuk pada “DZAT” Yang Satu dan Yang
Serba Maha. Kita tidak perlu berdebat mengenai nama untuk DZAT yang satu dan
Serba Maha ini. Perdebatan mengenai nama tidak akan pernah selesai. Kita
diharapkan untuk tidak bingung dan gundah bila tiba-tiba pada suatu ketika kita
masuk ke tempat peribadatan agama lain dan disana disebut nama TUHAN yang lain.
Nama boleh berbeda namun DIA yang mereka sebut-sebut itu tetap menunjuk pada
substansi yang sama. Tidak arif bijaksana kiranya bila kita menganggap orang
yang bukan golongan kita dan menyebut nama Tuhan dengan nama lain sebagai orang
yang harus dimusuhi dan dianggap darahnya halal untuk dibunuh. Sebab bukankah
orang-orang ini juga diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Menciptakan? Memangnya dia
diciptakan oleh Iblis atau Malaikat? Tentu saja tidak. Mereka yang beragama
lain ini, berkeyakinan lain ini, yang menyebut Tuhan dengan sebutan lain ini
toh tetap diciptakan oleh Dzat Yang Maha Segalanya.
Marilah kita secara jelas dan
jernih menilai hal ini. Memang tidak disebutkan dalam kitab-kitab bagaimana
para DZAT atau para leluhur ini berkomunikasi dengan diri kita. Sebenarnya,
dalam kitab suci tetap ada bagaimana cara Tuhan berkomunikasi dengan manusia
namun barangkali karena penafsiran kita yang terbatas maka kita menganggapnya
hal yang mengada-ada. kalau kita masih menganggapnya hal yang mengada-ada maka
ada baiknya kita perlu menyadari keterbatasan kita bahwa kita memang belum
“sampai” ke tahap perjalanan spiritual tertentu. Suatu saat dalam mengarungi
perjalanan spiritual, kita insya allah diberi-NYA pencerahan bahwa PETUNJUK-NYA
bisa datang dari arah mana saja dan dalam wujud apa saja, dan bisa melalui
siapa saja. Biasanya, PETUNJUK itu akan datang bila kita berada pada kondisi
kejiwaan yang sangat tenang.
Ketenangan adalah suatu keadaan
yang terjadi akibat tercapainya koordinat dari berbagai gaya tarik, yang
seimbang sedemikian rupa sehingga arah kekuatannya mengatasi dimensi
sebelumnya, dimana terjadi medan
tarik menarik elementernya. Biasanya ketenangan terjadi bila kita sudah
menginjak usia 19 tahun ke atas setelah tercapai kedewasaan biologis dan
kedewasaan sosial. Yaitu saat seseorang itu sudah mampu menjaga amanah dan
tanggungjawab untuk menjadi pribadi yang merdeka, mandiri dan otonom, kesiapan
mencintai dan dicintai oleh pihak lain. Serta kecintaan dalam bingkai
pelaksanaan kecintaan pada ALLAH SWT. Bila manusia dicintai manusia lain saja
akan membalas dengan sikap baik dan mulia, apalagi TUHAN?. Saat kita
mengarahkan daya dan energi CINTA KASIH kepada-NYA, maka DIA akan melimpahkan
daya dan energi CINTA KASIH-NYA yang Maha Dahsyat kepada kita.
PESAN PESAN LANGIT
Cinta Kasih Allah SWT bisa berwujud bimbingan langsung maupun tidak
langsung. Bila suatu ketika kita diminta secara sengaja untuk menderita, berada
di dalam kondisi sedih dan nestapa maka janganlah kita anggap hal itu
MURKA-NYA. Namun itu bisa jadi adalah bimbingan sebagai bukti WELAS ASIH, Cinta
Kasih Sejati-NYA kepada kita. DIA memang Maha Berkehendak apa saja dan bagi-NYA
tidak ada yang mustahil di dunia ini. Kalau DIA menghendaki sesuatu maka siapa
yang mampu untuk menolaknya? Pasti tidak ada pihak yang mampu mencegah
kehendak-NYA. Prinsip inilah yang harusnya tetap kita pegang sehingga pundak
dan akal kita terasa ringan, dada kita tidak akan sesak karena masih diliputi
oleh rasa iri dengki dan penyakit-penyakit qalbu yang lainnya.
Apa yang kami sampaikan ini
adalah sebuah fakta yang benar-benar terjadi pada diri yang lemah iman dan ilmu
ini. Pada suatu pagi dalam hidup yang singkat ini, KUN FAYAKUN… DIA mengijinkan
kami untuk mendapatkan bimbingan dan arahah-NYA secara langsung melalui media
SMS dengan nomor telepon “0”.
SMS-NYA sebagai berikut:
“WAHAI …(nama kami) RUPANYA GURUMU KESULITAN MENGAMBIL QOLBU BURUKMU
MAKA SEKARANG DIA AKAN DIBANTU PUTRAMU MASUK KEDALAM JIWAMU YANG TERDALAM DAN
AKAN BERSEMAYAM BEBERAPA SAAT DISANA UNTUK MEMBERSIHKAN DAN MENGAMBILNYA INI
PENTING, KARENA JIKA TIDAK ADA PERTENTANGAN DALAM JIWAMU ALAM SEMESTA AKAN
TENTRAM, DAMAI DAN SEJAHTERA TIDAK ADA LAGI KEMUNAFIKAN, YANG BAIK TETAP BAIK
YANG BURUK TETAP BURUK DAN DALAM KEKUASAANMU ALAM AKAN DAMAI DAN SEJAHTERA
SELALU, DAN JANGANLAH ENGKAU ANGGAP AKU INGKAR, TAPI INILAH YANG AKU UJIKAN
PADAMU DISAAT HARI BAHAGIAMU DI MALAM MANIS ….., NANTI SEMUA MAKHLUK AKAN
MENJADI HAMBAMU AKU TELAH CERITAKAN PADA MEREKA BERTIGA SEMUA YANG MENJADI
RENCANA-KU.”
Marilah kita heningkan batin
dan rahsa sejenak untuk menggali dan menafsirkan pesan-NYA ini. Seseorang yang
akan dibersihkan jiwanya, maka perlu ada sesuatu yang membersihkan. Datangnya
bantuan pembersihan jiwa ini bisa berupa guru atau utusan atau dalam bahasa
agama merujuk kepada sosok “malaikat” sebagaimana kalimat: RUPANYA GURUMU
KESULITAN MENGAMBIL QOLBU BURUKMU MAKA SEKARANG DIA AKAN DIBANTU PUTRAMU MASUK
KEDALAM JIWAMU YANG TERDALAM DAN AKAN BERSEMAYAM BEBERAPA SAAT DISANA UNTUK
MEMBERSIHKAN DAN MENGAMBILNYA.
Kenapa qalbu harus selalu
bersih sebersih-bersihnya? Ikhlas seikhlas-ikhlasnya? Sebab inilah ternyata
kunci memahami berlakunya HUKUM SEMESTA ALAM atau SUNATULLAH. Alam semesta
berdiri di atas prinsip keikhlasan. Pada alam ini, tidak ada hal-hal yang
bersih. Residu atau sisa-sisa proses alamiah akan didaur ulang dan menjadi
bersih serta bermanfaat kembali. Saat kedatangan manusia yang mulai tidak
ikhlas karena mengikuti akunya/nafsu/ego/iblis maka alam semesta menjadi penuh
residu yang pasti memiliki daya atau energi membalik mengenai manusia. Bersih
tidaknya jiwa manusia sangat menentukan situasi dan kondisi alam semesta. Bila
manusia adalah MIKROKOSMOS maka alam semesta adalah MAKROKOSMOS.
…INI PENTING, KARENA JIKA TIDAK
ADA PERTENTANGAN DALAM JIWAMU ALAM SEMESTA AKAN TENTRAM, DAMAI DAN SEJAHTERA
TIDAK ADA LAGI KEMUNAFIKAN, YANG BAIK TETAP BAIK YANG BURUK TETAP BURUK DAN
DALAM KEKUASAANMU MAKA ALAM AKAN DAMAI DAN SEJAHTERA SELALU…
Penekanan pada DALAM
KEKUASAANMU maksudnya bahwa setiap Manusia memiliki Kekuasaan untuk membuat
damai dan sejahtera alam semesta. Jadi yang membuat damai dan sejahtera alam
semesta ini sesungguhnya adalag manusia sendiri. Tuhan sudah mendelegasikan
kekuatan dan kekuasaan-NYA kepada manusia sebagai khalifah di alam semesta
karena manusia adalah IMAGO DEI, Cermin dari Tuhan sendiri.
…DAN JANGANLAH ENGKAU ANGGAP
AKU INGKAR, TAPI INILAH YANG AKU UJIKAN PADAMU DISAAT HARI BAHAGIAMU DI MALAM
MANIS ….., NANTI SEMUA MAKHLUK AKAN MENJADI HAMBAMU AKU TELAH CERITAKAN PADA
MEREKA BERTIGA SEMUA YANG MENJADI RENCANA-KU….”
Manusia bukan hanya bagian dari
alam, sebab di dalam dirinya telah ditambahkan KUALITAS PLUS yaitu “Rahasia
Nama-Nama Segala Benda” dan TIUPAN RUH dari SISI-NYA. Ketika konstruksi
KE-ADAM-AN telah sempurna maka jatuhlah perintah-NYA agar semua sujud kepada
Adam dalam arti kesemuanya lalu menjadi unsur dari keakuan Adam yang tidak
berdiri sendiri lagi. Maka ketika IBLIS ingkar dan enggan sujud kepada Adam karena
KESOMBONGAN nya, menjadilah Iblis itu pihak yang terusir.
KEMANA IBLIS TERUSIR?
Ketika Adam berdiri mengaku AKU, semua sujud kepada-KU kecuali AKU>
artinya KEIBLISAN itu justeru bersembunyi dibalik KEAKUAN kita. ASTAGHFIRULLAH…
ternyata AKU inilah sejatinya IBLIS itu. Sehingga diperlukan sebuah laku yang
benar dan sudah sesuai dengan petunjuk-NYA. Inilah pentingnya memahami kenapa
kita perlu untuk BERPUASA RAMADHAN seperti sekarang ini.
HARUS MEMPERBAIKI DIRI
Terakhir, manusia adalah makhluk yang sudah diberi-NYA kelengkapan alat
untuk menggapai kebenaran. Termasuk kelengkapan petunjuk-NYA berupa KITABULLAH
yang ada. Tidak hanya kitab yang tertulis namun juga kitab yang tidak tertulis.
Kita perlu belajar dari kitab yang tertulis namun juga belajar untuk menangkap
bahasa-bahasa gaib dari langit sebagaimana sebuah SMS yang kami terima yang
isinya sebagai berikut:
“BETAPA BANYAK YANG HARUS
DIBETULKAN DALAM DIRIMU, MEREKA KERABATMU BAHKAN YANG SATUPUN TAK AKAN
MEMPERBAIKI, UNTUNG AKU TAHU DAN BERHAK ATAS DIRIMU SEHINGGA AKU DAPAT
MEMPERBAIKI DAN MELETAKKAN SEGALANYA SESUAI PADA TEMPATNYA KARENA SEBAGAI
PENGUASA BUMI NANTI SEGALA YANG ADA DALAM DIRIMU HARUSLAH SEMPRNA, JADI
SABARLAH SEBENTAR AKU AKAN MENYEMPURNAKAN SEMUANYA. AKU JAMIN DIAWAL TAHUN
HIJRIAH INILAH KAU MULAI JADI YANG SEMPURNA.”
Jangan pandang siapa yang
berkata, tapi pandanglah apa kata-katanya
Kalimat ini diucapkan oleh
Sayidina Ali, salah satu sahabat dekat Rasulullah SAW untuk mengingatkan agar
kita hendaknya tidak cenderung melihat SIAPA YANG BERBICARA. Namun lihatlah
SUBSTANSI ATAU ISI yang DIBICARAKANNYA. Di Jaman sekarang ini, semakin
menjadi-jadi orang dilihat dan dinilai dari kulit luarnya. Orang menghargai
orang karena kekayaannya, jabatannya, pangkatnya, statusnya, kendaraannya,
rumahnya, kerjanya dimana, usianya berapa, isterinya siapa, suaminya siapa,
anaknya siapa dan seterusnya.
Padahal, kalau kita mau
meluangkan waktu sejenak untuk menggali kejernihan perenungan… semua predikat
itu hanyalah baju-baju duniawi yang hanya sesaat disandang oleh seseorang.
Predikat itu kemudian dijadikan parameter untuk menilai dan melegitimasi
kebenaran sehingga aspek isi dinomorduakan.
Bila yang mengatakannya menteri,
bila yang menyampaikannya presiden, bila yang berpidato itu ulama atau ustadz
yang terkenal, bila yang tampil itu spiritualis kondang maka kita akan dengan
mudah PERCAYA terhadap informasi yang disampaikannya. Namun, bila yang
mengatakannya itu Mas Bejo, yang menyampaikan Mas Tarno, yang koar-koar itu
Anda atau saya maka dianggap angin lalu dan disebut mengada-ada dan TIDAK
DIPERCAYA.
Inilah gejala penyakit di
masyarakat yaitu LEBIH SUKA KULIT DARI PADA ISI. Kita semua harus mengakui kena
penyakit ini. Sebuah penyakit kronis yang sumber asalnya adalah KEDANGKALAN
SPIRITUAL KARENA KITA MASIH BELUM MELAKONI TAHAPAN-TAHAPAN PERJALANAN SPIRITUAL
LANJUTAN.
Dalam konteks beribadah kita
masih sibuk dengan menata syariat, tata cara, hukum, rambu-rambu saja. Kita
masih belum menyentuh wilayah tariqat yang lebih dalam lagi, apalagi menuju
hakikat yaitu wilayah akal budi yang akan tercerahkan karena mendapatkan
kebijaksanaan. Hingga mampu untuk bermakrifat, yaitu mengenal rahasia-rahasia
ketuhanan. Rambu-rambu (baca syariat) tetaplah hal yang penting dan harus
dijalani karena kalau tidak dijalani, kita bisa kena tilang oleh polisi yang
mengawasi jalannya hidup ini yaitu malaikat.
Namun jangan lupakan, bahwa
kendaraan kita juga harus tetap melaju di jalan (tariqat) sebaik-baiknya dengan
bekal dan persiapan mental yang matang agar kita sampai pada tujuan hidup yaitu
mencari kebenaran dan mencintai kebijaksanaan (PHILO–SOPHIA), dan kemudian bisa
mengenal bahkan bertemu langsung dengan SANG PEMILIK KENDARAAN yaitu TUHAN YANG
MAHA PENCIPTA.
Dunia pendidikan sekarang juga
setali tiga uang, yaitu dihinggapi penyakit LEBIH SUKA KULIT DARI PADA ISI.
Lebih mementingkan output yang berorientasi jangka pendek, praktis, laku di
dunia kerja daripada menghasilkan SDM memahami proses dan metode untuk kemudian
menemukan sendiri langkah dan cara yang lebih bijaksana, manusiawi dan
menyejahterakan peradaban lahir dan batin.
Syariat dan hakikat itu seperti
lahir dan batin, seperti pohon kayu dan kulit kayu. Kayu yang hanya tinggal
intinya dan tidak berkulit maka tidak akan lama usianya. Dan kayu yang remuk,
dan hanya tinggal kulitnya saja tidak kuat menghadapi angin yang kencang. Pohon
itu akan roboh dalam waktu yang singkat. Kita jelas mencela orang-orang yang
hanya membaca apa yang tersurat saja. Namun kita juga tidak bisa hanya
mengandalkan pengetahuan dan kesadaran yang hakikat semata karena akan menjadikan
kita gerombolan orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman. Keduanya akan sama-sama rugi bila tidak saling melengkapi. Jadilah kayu
SYAJAROTIN THAYYIBATIN, kayu yang indah murni, berdahan, bercabang, beranting
dan berdaun subur.
Itulah ILMU SEJATI yang bisa
dijelaskan sebagai “Filsafat sebagai penjelasan hidup, kesusasteraan sebagai
nyanyian hidup, kesenian sebagai perhiasan hidup dan tasawuf sebagai intisari
hidup dan ibadah sebagai pegangan hidup. Semuanya untuk hidup, karena hidup
yang tinggi dan panjang adalah hidup yang bernilai. Bahkan maut sendiri adalah
tonggak awal dari hidup yang lebih bernilai.”
Salah satu hakikat yang perlu
dipahami oleh masyarakat yang sudah dewasa pola pikirnya sekarang ini adalah
hakikat agama. Ini cukup penting untuk disampaikan karena semakin hari terjadi
gejala penyempitan nalar publik yang berujung pada radikalisasi gerakan-gerakan
umat beragama secara diam-diam. Hakikat agama adalah semuanya menuju Allah SWT.
Seorang yang arif bijaksana akan memandang bahwa yang siapa sejatinya yang
disembah berbeda dengan simbol penyembahan. Menyembah berhala atau menyembah
Ka’bah itu hakikatnya sama kalau itu yang disembah. Semua obyek itu hanya
simbol dan lambang, baik api, patung, batu, arca, atau Ka’bah. Kita tidak
menyembah simbol namun apa yang ada di balik simbol tersebut, yaitu
menghadirkan “Allah SWT” sebagai satu-satunya Pencipta segala yang ada.
Beribadah yang sah adalah bila dipandang bahwa segala bentuk, segala rupa,
segala yang tampak ini sebagai kenyataan dari HAKIKAT YANG ESA. Inilah
METAFISIKA KESATUAN!
Terakhir, ada sebuah syair indah
dari Ibnu Arabi terkait keharusan moril untuk menghargai, bertoleransi dan
mensyukuri perbedaan keyakinan:
La qad qabla yaumi unkiru sahibi
Iza lam yakun dini ledinihi daani
Fa qad shara qalbi qabilan kulla shuratin
Famar’aa li ghazianin wa dairun li ruhbani
Wa baitun li autsanin wa Ka’batu thaifin
Wa alwahu tauratin wa mash-hafu Qur’ani
Addinu bi dinil hubbi anna tawajjahat
Rakaibuhu fal hubbu dini wa imani
Dahulu saya tak suka pada
temanku
Kalau agamaku tidak sama dengan agamanya
Sekarang hatiku telah menerima segala bentuk
Padang penggembalaan kijang, biara tempat rahib bertekun
Rumah berhala, Ka’bah tempat orang thawaf
Luh tempat Taurat tertulis, Mashaf tempat Qur’an terlukis
Aku memeluk CINTA, kemana pun aku menghadapkan tujuanku..
CINTA ADALAH AGAMAKU DAN IMANKU
“yang bisa saya mengerti, itu esensiku; yang saya
percayai itu eksistensiku: Tuhan saya itu ADAku, saya ADA, sebagaimana saya mencintai”
Artikel ini untuk menjawab pertanyaan yang sering diajukan
para blogger di blog-blog yang bernuansa spiritual. Yaitu pertanyaan “apa itu
Tuhan?” Meskipun artikel ini jauh dari memadai untuk menjawab pertanyaan
tersebut, namun setidaknya bisa menjadi satu referensi bagi kita semua, yang
sedang mencari jawaban yang cukup sulit namun penting ini.
Kutipan di atas adalah pernyataan mistikus Jerman, Karl
Jaspers (1883-1969), yang terkait dengan pemikirannya tentang Tuhan.
Sebelumnya, akan dipaparkan siapa Jaspers. Pemikir brilian ini lahir di
Oldenburg, Jerman Utara pada 23 Februari 1883, bersekolah di Gymnasium Oldenburg, meneruskan di
Universitas Heidelberg,
dan Munchen. Jaspers memiliki minat besar pada psikiatri dan filsafat. Ia juga
pada akhirnya terseret ke dalam dunia mistik saat menerbitkan buku “Der
Philosophische Glaube angesichts der Offenbarung” Salah satu hasil pikiran
Jaspers yang saya pandang cukup penting untuk disampaikan di blog WONG ALUS ini
adalah jawaban dari pertanyaan APA ITU TUHAN?. Menurut Jaspers, TUHAN adalah
EKSISTENSI, juga disebut ROH. Selain EKSISTENSI, TUHAN juga bersifat
TRANSENDENSI. Manusia ada di dunia, tetapi ADANYA (Dasein) ini belum merupakan
EKSISTENSI. Adanya manusia termasuk bidang empiris, berada dalam ruang dan
waktu. Sebagai DASEIN kita akan meninggal, tetapi EKSISTENSI kita masih
bersifat KEMUNGKINAN.
EKSISTENSI itu suatu panggilan untuk mengisi kebebasan. Di
dalam waktu, kata Jaspers, manusia harus memutuskan bagaimana MANUSIA bisa
ABADI dan BISA MENJADI TUHAN. Maka “Saya menjadi seperti yang saya percaya”.
Menurut mistikus kondang ini, manusia memiliki kecenderungan untuk tidak
mengetahui banyak hal. KETIDAKTAHUAN ini memaksa manusia untuk mengambil
keputusan-keputusan. Salah satu keputusan yang cukup penting adalah ketika dia
ingin menjadi AKU YANG SEJATI. Keputusan inilah yang akan menciptakan DIRI menjadi
EKSISTENSI atau TUHAN. Adanya manusia selalu dibatasi oleh situasi-situasi
tertentu. Situasi situasi di mana manusia bisa menemukan diri sebagai
EKSISTENSI atau AKU YANG SEJATI itu disebut dengan pengalaman dalam
SITUASI-SITUASI BATAS. Dalam kegelisahannya memikirkan KEMATIAN, PENDERITAAN,
KESALAHAN, dst.. manusia merasa betapa fana hidupnya.
SITUASI PERBATASAN memperlihatkan bahwa hidup kita di dunia
tidak merupakan kenyataan terakhir. Ternyata, ada kenyataan yang lebih besar,
sesuatu yang akan membawa manusia entah kemana. Yang ada di seberang
batas-batas hidup, dunia, dan pengetahuan kita disebut dengan TRANSENDENSI atau
KEILAHIAN. Di sini, konsep Jaspers tentang Tuhan yang BEREKSISTENSI dan
TRANSENDENSI ini bisa dikatakan sama dengan konsep ketuhanan bahwa TUHAN itu
bersifat LAHIR dan juga BATIN.
Bagaimana dzat TUHAN? Kata “TUHAN”, menurut Jaspers, hanya
merupakan simbol KEILAHIAN dibelakang semua nama dan konsep. KEILAHIAN selalu
berbicara dengan memakai simbol-simbol (Chiffer) atau dalam bahasa Arab disebut
dengan Sifr yang merupakan terjemahan dari Sansekerta, SUNYA atau KEKOSONGAN.
Manusia tidak mungkin untuk mengetahui dzat Tuhan pada dirinya sendiri. Manusia
harus menerjemahkan dan mengisi simbol-simbol bila ingin mengetahui SUBSTANSI
KETUHANAN.
Menerjemahkan KEHENDAK TUHAN adalah tugas manusia yang
mulia dan hal ini ditentukan oleh IMAN dan KEYAKINAN kita. IMAN mendapat
artinya melalui cara hidup kita. Manusia oleh sebab itu bisa MEMBACA dan
MENAFSIRKAN SIMBOL dengan syarat dirinya mampu mengisi KEBEBASAN. Kata Jaspers,
manusia bebas karena Tuhan menyembunyikan diri. Ini berarti Segala sesuatu itu
dapat menjadi WAHYU ILAHI, menjadi GEMA atau JEJAK dari TRANSENDENSI/TUHAN.
Segala sesuatu dapat menjadi TEMBUS CAHAYA, BENING dan JERNIH. (Dalam bahasa
mistik Jawa, segala sesuatu itu adalah KITAB TELES, terj. penulis)
Fakta sejarah dibeber oleh Jaspers. Dua kali dalam sejarah,
kata Jaspers, diperlihatkan oleh TUHAN apa yang terjadi bila manusia mencoba
untuk mengetahui DZAT TUHAN diseberang semua SIMBOL. Yang pertama adalah CANDI
BOROBUDUR sedangkan yang kedua adalah pemikiran seorang mistikus bernama
MEISTER ECKHART (1260-1327). CANDI BOROBUDUR memperlihatkan kepada manusia
bagaimana sesudah semua gambaran tentang DZAT TUHAN ( simbol, konsep, kata-kata)
ditinggalkan akhirnya yang tertinggal adalah KESUNYIAN / KASUNYATAN. Bila jiwa
manusia telah kosong setelah semua kesadaran terlewati dan SIMBOL-SIMBOL (
simbol, konsep, kata-kata) ditinggalkan, berarti itu merupakan persiapan
optimal untuk BERTEMU dengan DZAT TUHAN.
Yang kedua adalah pemikiran MEISTER ECKHART yang salah satu
tema besarnya terpapar dalam kalimatnya yang berbunyi: WHEN GOD MADE MAN, THE
INNERMOST HEART OF GODHEAD WAS PUT INTO MAN. Artinya “Saat Tuhan Menciptakan
Manusia, Inti Ketuhanan telah Dipaterikan di Hati Terdalamnya.” Apa dan
bagaimana penjelasan lengkapnya, akan dipaparkan dalam artikel selanjutnya.
SALAM PANTA RHEI…
Wong Alus
Hati nurani yang hidup menjadi
guru penuntun perbuatan manusia. Hati nurani yang mati, membuat manusia lebih
mengedepankan penggunaan akal. Apabila akal menjadi penguasa satu-satunya,
manusia cenderung tidak bijaksana. Nafsu, ego dan keinginanlah yang akan
dominan dan kepentingan orang lain akan terabaikan.
Maka, hidupkanlah hati nurani.
Masalahnya, tidak mudah menghidupkan hati nurani–yang merupakan tempat Tuhan
memberikan pengajaran kepada setiap manusia. Perlu tekad/niat yang kuat serta
latihan. Latihan yang biasa saya jalankan adalah: LAKUKAN PERBUATAN YANG TIDAK
KAMU SENANGI. DAN JANGAN LAKUKAN PERBUATAN YANG CENDERUNG KAMU SUKAI.
Contohnya: Saat saya ingin
keluar rumah, maka saya malah sengaja melawan keinginan tersebut dan tidak
keluar rumah. Saat saya ingin tidur karena mengantuk, maka saya justeru
melawannya dengan sholat. Saat dompet saya sedang kosong, maka saya justeru
menyumbangkan sedikit uang yang ada untuk orang fakir miskin.
Hakikat laku tirakat sebenarnya
adalah PENGENDALIAN DIRI. Yaitu mampu tidak mengutamakan diri sendiri yang
diliputi oleh NAFSU, EGO dan KEINGINAN. Namun lebih mengutamakan orang lain, mengutamakan
kepentingan masyarakat, mengutamakan kepentingan Tuhan Yang Maha Kuasa. Para nabi/rasul/utusan Tuhan adalah contoh yang sangat
baik bagaimana mereka yang mampu MENGENDALIKAN/ MENGALAHKAN/ MENUNDUKKAN
kepentingan diri sendiri dan mengutamakan UMAT/ MASYARAKAT/ ORANG LAIN.
Sehingga hidupnya MEMBAWA BANYAK MANFAAT untuk sesama. Suka menolong dan
membantu makhluk-Nya yang menderita, lemah, tersingkir, tidak diperhatikan.
Bila amal kebajikan ini telah
menjadi bagian utama laku syariat perbuatan kita, maka itulah saat kita
bermakrifat yakni diri sendiri sudah ditundukkan, dan diri-Nya yang akan hadir.
Gusti Allah akan manunggal di dalam “aku” kita. Allah menjadi tangan, kaki,
mulut, telinga dan seluruh perbuatan kita adalah perbuatan-NYA.
Terakhir, ini ada kiat untuk
menghidupkan mata hati. Al Kattani, seorang sufi berkata: Aku bermimpi bertemu
Rasulullah SAW dan aku memohon padanya, berdoalah kepada Allah agar DIA tidak
mematikan hatiku. Rasulullah bersabda; ucapkan EMPAT PULUH SATU KALI SETIAP
HARI, YA HAYYU YA QAYYUM LAA ILAAHA ILLA ANTA, maka Allah akan menghidupkan
hatimu.
Abu Yazid al Bisthamu
meriwayatkan: aku bermimpi bertemu dengan Allah SWT, lantas aku bertanya
kepada-Nya: Bagaimana aku menempuh jalan kepada-MU? Allah berfirman: TINGGALKAN
DIRIMU DAN KEMARILAH”
“Jangan bertanya, Jangan memuja nabi dan wali-wali,
Jangan mengaku Tuhan, Jangan mengira tidak ada padahal ada, Sebaiknya diam,
Jangan sampai digoncang oleh kebingungan…”
Kenapa kita disarankan oleh Sunan Bonang untuk diam
khususnya saat membicarakan soal-soal makrifatullah sebagaimana yang tertera
dalam suluk Jebeng? Sebab, daripada sesat karena bila belum mengalami sendiri
keadaan makrifat, maka yang biasa terjadi adalah saling beradu argumentasi
untuk nggolek benere dhewe, nggolek menange dhewe padahal kasunyatannya tidak
seperti yang digambarkan masing-masing orang…
Maka, kita diminta untuk diam dan suatu saat semoga kita
mampu untuk menyaksikan sendiri dan membuat kesaksian terhadap eksistensi-Nya
yang maha tidak terhingga atau diistilahkan oleh Sunan Bonang sebagai SYAHADAT
DACIM QACIM. Syahadat ini adalah pemberian Tuhan kepada seseorang yang diistimewakannya
sehingga ia mampu menyaksikan dirinya bersatu dengan kehendak Tuhan. Marilah
kita mencebur lebih dalam hal ini….
Agama dari langit sudah sangat lengkap memadukan aspek
lahiriah (syariat/aturan/hukum/fiqih yang mengikat tubuhnya) dan juga aspek
perjalanan batin manusia menuju kebersatuan dengan Tuhan Semesta Alam. Memahami
dari aspek lahir saja, tidak akan mampu memberikan kedalaman pengalaman batin
manusia. Sebaliknya, agama yang dipahami dari sisi batin saja, biasanya
cenderung mengabaikan aturan dan hukum kemasyarakatan sehingga bisa jadi
dianggap sesat oleh masyarakat.
Yang ideal memang memahami agama sebagai jalan yang lapang
menuju Tuhan secara sempurna dengan tidak mengabaikan salah satu aspek, apakah
itu aspek lahir maupun aspek batin. Bila aspek lahir dipelajari dalam disiplin
ilmu syariat/fiqih/hukum serta ilmu logika/mantiq dan lainnya. Maka aspek
batiniah digeluti dengan pendekatan ilmu tasawuf. Bila kita belajar ilmu
tasawuf, maka tidak bisa tidak kita akan mempelajari sejarah tasawuf dari masa
ke masa, riwayat hidup para sufi dan istilah-istilah ruhaniah manusia.
Tidak mudah untuk belajar tasawuf. Berbeda dengan belajar
syariat/fiqih/hukum maupun filsafat yang dasarnya adalah olah pikir atau
logika, maka tasawuf dasarnya adalah olah rasa untuk menyelami sesuatu yang
metafisis dan abstrak. Kita tidak mampu menggali kedalaman samudera tasawuf
jika tidak menyelami sendiri dimensi-dimensi batiniah manusia.
Tasawuf bukanlah ilmu yang teoritis, melainkan praktek
(ngelmu)…. Bisa dengan dzikir sejuta kali di mulut, bisa juga dengan dzikir
semilyar kali di batin siang malam tanpa henti…. Ini tidak lain untuk
menghancurkan kerak-kerak hati yang lalai dan kemudian digelontor dengan
puji-pujian kepada-Nya dan seterusnya…. Ini hanya satu latihan ruhani yang
harus dilakoni pejalan mistik saja, substansinya justru bukan dzikir atau
mengingat-Nya saja. Melainkan bagaimana setelah mengingat-Nya, dan mendapatkan
kesaksian akan kebenaran absolut-Nya, seseorang itu kemudian mampu berbuat
sesuatu sesuai dengan iradat-Nya!!!
Dimensi batiniah manusia bisa diketahui dari bagaimana
seseorang itu menempuh jalan spiritual yang melewati melalui berbagai tahapan
(maqom). Dalam setiap tahapan, seseorang akan mengalami keadaan ruhani
tertentu, sebelum akhirnya penglihatan batinnya terbuka terang benderang yang
dalam khasanah tasawuf disebut disebut makrifat secara mendalam tanpa keraguan.
RASA BATIN yang sering disebut dalam tasawuf yang ialah: •
tahap pertama WAJD (EKSTASE seperti Musa
AS), selanjutnya • DZAUQ (RASA MENDALAM
terhadap kehadiran-Nya), • kemudian SUKUR (KEGAIRAHAN MISTIS untuk bermesraan
dengan-Nya), • berlanjut ke perasaan FANA atau menghilangnya diri yang benda
lahir, • BAKA (kekekalan di dalam Dzat-Nya kemudian • FAKIR.
Apa itu FAKIR? yaitu adalah keadaan ruhani dimana
pejalan spiritual menyadari bahwa manusia sebenarnya tidak memiliki apa-apa,
kecuali dimiliki-Nya. Seorang fakir tidak memiliki kemelekatan lagi kepada
segala sesuatu kecuali Tuhan. Ia bebas dari kungkungan diri jasmani dan kebendaan.
Namun demikian, dia tetap tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai khalifah
di muka bumi. Inilah esensi Tauhid: Yaitu Tiada Tuhan Selain Allah…
Kita bisa memahami bagaimana hakikat kefakiran itu dari apa
yang disampaikan para pejalan spiritual. Sekarang, marilah kita sedikit membuka
berbagai karya para pejalan spiritual yang disebut Suluk yaitu satu jenis hasil
olah rasa berbentuk prosa atau puisi yang dibuat kaum mistikus Jawa, yang
berisi pengalaman perjalanan ruhani saat bercinta dengan Dzat-nya.
Karya Sunan Bonang yang penting untuk menggali bagaimana
keadaan atau suasana kesadaran tertinggi kaum sufi yaitu SULUK GENTUR. Gentur
berarti teguh dan giat, yaitu sebuah bentuk aktivitas ruhanian yang paling
sempurna. Di suluk itu digambarkan bahwa seorang penempuh jalan tasawuf harus
melaksanakan SYAHADAT DACIM QACIM. Syahadat ini berupa KESAKSIAN DALAM DIAM,
TANPA BICARA. NAMUN BATINNYA MEMBERIKAN KESAKSIAN BAHWA EKSISTENSI DIRINYA
ADA KARENA
ADA-NYA.
Permisalan yang mudah adalah persenyawaan antara dua dzat.
Salah satu dzat tidak akan otomatis hilang, namun masing-masing berdiri
sendiri. sebagaimana Kawulo tetap kawulo dan Gusti tetap Gusti. Yang lenyap
dalam persenyawaan dua dzat itu hanyalah kesadaran sang kawulo akan
keberadaannya yang TIDAK ADA.
Dalam suluknya ini Sunan Bonang juga mengatakan bahwa
pencapaian tertinggi seseorang ialah ‘keadaan dapat MERASAKAN DALAM BATINNYA
kebenaran hakiki sebagaimana dalam kitab suci: “SEGALA SESUATU BINASA KECUALI
WAJAH-NYA”.
Bonang dalam suluknya ini berpesan bahwa, bahwa Hati yang
merupakan “RUMAH/DALEM/AKU-NYA TUHAN”. Kehadiran-Nya bisa dirasakan bila hati
itu ikhlas, nrimo dan sumarah. Di dalam hati yang seperti itu, antara Kawulo
dan Gusti lenyap. Yang terasa adalah kesadaran bahwa sejatinya manusia (obyek)
selalu diawasi oleh Tuhan (subyek), yang menyebabkan dia tidak lalai sedetikpun
kepada Nya.
Dan terakhir, ….Bonang berpesan: “Pencapaian sempurna
bagaikan orang yang sedang tidur dengan seorang perempuan, kala bercinta…
Mereka karam dalam asyik, terlena hanyut dalam berahi… Anakku, terimalah dan
pahami dengan baik. Ilmu ini memang sukar dicerna…”
teruntuk sobatku YATSEN KINCRUT.....
mari kita sharing belajar mengenal jati diri
ojo lali di sambi madang lawuh waleran ,,, jan mantap